Global

Diadili Gara-gara Jual Tanah Sengketa

(Dutabalinews.com),Aksi Pramitha Kusumawijaya Ngurah memang benar-benar nekat. Pasalnya, dia menjual tanah dengan SHM No. 5961 seluas 5.150 meter persegi atas nama Made Sugiarta dan SHM No. 5917 atas nama Made Muliarta yang belakangan diketahui adalah tanah sengketa.

Akibat perbuatan Pramitha Kusumawijaya Ngurah yang tinggal di Sidakarya itu, korban Arwin mengalami kerugian Rp960 juta. Dan Kusmawijaya harus diseret ke PN Denpasar untuk diadili.

Dalam sidang, Senin (27/5/2019) masih dengan agenda pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ni Luh Oka Ariani Adikarini. Dalam dakwaan diterangkan, kasus yang menjerat terdakwa ini terjadi pada hari Rabu, 15 Juni 2011 silam di Jalan Kargo Sari I, Denpasar.

Berawal saat terdakwa membeli sebidang tanah dengan SHM No, 5916 dan SHM No. 5917 atas nama Made Sugiarta dan Made Muliarta. Tanah tersebut terletak di Jalan Kargo Sari I, Padangsambian, Denpasar itu terdakwa beli dari saksi Anak Agung Gede Candra.

Kemudian oleh saksi Anak Agung Gede Candra dibuatkan surat pernyataan tanggal 25 April 2011. Surat pernyataan itu berbunyi bahwa, Anak Agung Gede Candra selaku penjual dan terdakwa selaku pembeli sepakat untuk melakukan transaksi atas kedua SHM tersebut.

Selain itu, juga telah dibuatkan akta Perjanjian Perikatan Jual Beli No. 67 tanggal 28 Mei 2011 dan Akta Kuasa No. 68 tanggal 28 Mei 2011 di Notaris I Gusti Ngurah Bagus Tjandra.

Tapi dalam perjalanannya, saksi Anak Agung Ngurah membatalkan penjanjian secara sepihak karena terdakwa tidak juga melakukan pembayaran atas pembelian tanah tersebut.

Ternyata dengan bermodalkan akta Perjanjian Perikatan Jual Beli No. 67 tanggal 28 Mei 2011 dan Akta Kuasa No. 68 tanggal 28 Mei 2011 serta surat pernyataan tanggal 25 April 2011 terdakwa menjual tanah dengan SHM No. 5916 dan SHM No. 5917 atas nama Made Sugiarta dan Made Muliarta kepada saksi korban Arwin.

Saat terdakwa menawarkan tanah tersebut kepada Arwin, terdakwa mengaku bahwa tanah itu adalah miliknya sembari menunjukam foto copy sertifikat dan gambar tanah kapling.

Baca Juga :   SEAMEO CECCEP Adakan Pelatihan One Health di Brunei, Fokus pada Kesehatan Regional

“Terdakwa juga mengatakan kepada saksi korban bahwa tanah itu dalam proses pemecahan di kantor Notaris I Gusti Ngurah Bagus Arigawa Putra. Sehingga dalam waktu tiga atau enam bulan baru bisa dibuatkan akta jual beli,” ujar jaksa dalam dakwaannya.

Singkat cerita saksi korban membeli tanah itu itu dengan harga Rp210 juta per are, sehingga total menjadi Rp4.620.000.000. Awalnya saksi korban baru memberi tanda jadi sebesar Rp500 ribu.
Kemudian diteruskan dengan membayar malalui transfer ke rekening perusahaan milik terdakwa yaitu CV. Funtastik hingga Rp1,1 miliar.

Setelah melakukan pembayaran, saksi korban menunggu janji terdakwa terkait proses pemecahan sertifikat tersebut. Namum hingga satu tahun berjalan proses belum juga selesai.

Kepada korban, terdakwa mengatakan bahwa proses pemecahan belum selesai. Korban yang sudah cukup lama menunggu akhirnya membatalkan jual beli tersebut dan meminta kembali uang yang sudah dibayarkan kepada terdakwa.

Setelah korban berkali-kali meminta, terdakwa hanya mampu mengembalikan Rp140 juta, sehingga atas kasus ini korban mengalami kerugian Rp960 juta.

Celakanya lagi, belakangan diketahui, ternyata tanah dengan SHM No.5916 dan SHM No. 5917 atas nama Made Sugiarta dan Made Muliarta sedang bersengketa dengan Pemkab Badung.

Hal ini dibuktikan dengan adanya surat dari Sekda Badung tanggal 6 November 2006 kepada BPN yang menyatakan keberatan pengalihan hak atas tanah aset Pemerintah Badung.

Akibat perbuatannya, terdakwa oleh jaksa dijerat dengan Pasal 378 KHUP tentang penipuan pada dakwaan pertama atau Pasal 372 KHUP tentang penggelapan pada dakwaan kedua dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara. (ela)

Berikan Komentar