Tahun ke-3 Festival Tepi Sawah, “Berkolaborasi dan Berkarya Dalam Kebersamaan”

(Dutabalinews.com), Festival Tepi Sawah untuk ketiga kalinya tahun ini hadir di tengah-tengah hati masyarakat Bali.
Festival Tepi Sawah yang akan digelar 6-7 Juli 2019 ini diproyeksikan sebagai acara kesenian tahunan berorientasi ramah lingkungan, yang akan melibatkan dan menghadirkan seniman-seniman dari berbagai cabang seni, untuk berkolaborasi dan berkarya dalam kebersamaan.

Di pusat lokasi yang sangat unik di pinggiran desa Pejeng ini, Festival Tepi Sawah merancang Uma Stage yang melatar-depani panorama simbolik tempat aspirasi ini terlahir, di Tepi Sawah. Festival Tepi Sawah ini lahir dari perpaduan passion dan gagasan dari tiga pelaku seni yaitu Nita Aartsen, Anom Darsana, Etha Widiyanto, yang memberikan kombinasi latar belakang pengalaman di bidang Music Education & Performance, Sound Engineering & Event Management, Architecture & Designs.

Berbagai line up yang merupakan talent-talent yang luar biasa akan ditampilkan di Festival ini. Tentu masih mengusung semangat Nusantara sebagai konsep utamanya.

Nita Aarsent, founder Festival ini yang berkecimpung dan bertanggung jawab dalam soal line up, mengungkapkan bahwa tahun ini Fetival Tepi Sawah menghadirkan line up yan istimewa. “Tahun ini ada yang sangat special, sinden yang bisa menyanyi jazz dan blues Endah Laras, dan juga membawa talent yang luar biasa umur 17 tahun sinden muda juga dari Solo. Ada dalang cilik Narend yang bisa berkolaborasi dengan Woro. Highlight yang menarik dari Papua: Papua Mania, mereka akan menari dan menggelar kolaborasi,” ujarnya dalam jumpa pers, Selasa (25/6/2019).

Tak kalah serunya ada Artis Ibukota Anda Perdana yang akan tampil. Juga tak ketinggalan duo maut antara Balawan feat Made Ciiiaaattt. Tak hanya sebatas itu, Festival Tepi Sawah juga akan menggelar “Tribute untuk Koesplus” di mana semua artis-artis yang berkontribusi, ikut menyanyi.

Selain dihiasi dengan panggung musik, Festival Tepi Sawah juga akan menggelar workshop-workshop yang tak kalah apik sebagai bahan edukasi, seperti workshop film bersama Erick EST, workshop cukil dengan Rumah Kelima, Workshop tari dengan Dayu Ani dan juga workshop dengan Made Bandem. Turut serta group-group dari generasi muda yaitu dari ISI Denpasar dan Universitas Udayana.

Di dalam segi tatanan produksi, Festival Tepi Sawah ini dipersiapkan dengan matang dari tahun ke tahun, baik dari segi stage/ tata panggung, juga dari sound dan lighting, dan kebutuhan produksi lainnya. “Kami mencoba dari tahun ke tahun untuk menyuguhkan sebuah festival yang ramah dengan nada anak-anak, dan keluarga. Untuk itulah kebutuhan sound, lighting yang digarap juga akan mengikuti dan menyamankan anggota keluarga yang hadir, intinya menyamankan semua mata dan telinga,” ujar Anom Darsana, Founder Festival Tepi Sawah yang bertanggung jawab dari segi produksi.

Dari sisi environmental, Festival Tepi Sawah ini telah sukses dan melahirkan inovasi-inovasi baru untuk mengedukasi peserta festival termasuk para penampil, maupun audience untuk bersama-sama menjaga kebersihan lingkungan, sama-sama tidak menghasilkan terlalu banyak atau mengurangi sampah dengan cara menggunakan kembali alat-alat makan dan minum serta asbak. Lalu dari sisi lain workshop yang akan disampaikan oleh Made Taro dan dari Little Talks di Ubud, dan kegiatan art corner untuk anak-anak dari bahan recycle, membuat hal ini menjadi senada dengan mewujudkan festival yang ramah lingkungan yang mampu dilaksanakan atau dipraktekan oleh segenap pengunjung dan segenap penyelenggara. “Di sisi venue, kami boleh berbangga sebab sudah tiga tahun ini kita masih menggunakan plang-plang yang sama dari material yang sama untuk signage seperti rundown, dekorasi dan sejenisnya. Dan juga masih dalam rangka mengurangi sampah dan mengutamakan 3R. Tahun ini dan setiap tahun merupakan ide baru, sejalan dengan salah satu highlight yang akan dibawakan yaitu Dalang Cilik Narend, membuat kami terinsiprasi untuk menyiapkan ‘wayang-wayangan’ sebagai bagian dari dekorasi,” ujar Etha Widyanto, Founder Festival Tepi Sawah. Dalam gerakan kesadaran lingkungan ini, Festival Tepi Sawah berkolaborasi dengan Clean Bali Series, sebuah program buku dan pendidikan tentang kesadaran lingkungan untuk anak-anak, yang sudah dimulai sejak tahun 2006, dan yang telah aktif menggalang program bulanan “Bali Bersih” di lokasi festival, Omah Apik, bersama dengan sejumlah organisasi dan aktifis lingkungan, pendidikan, seni dan budaya, untuk memberikan ruang belajar kepada anak-anak setempat tentang kesadaran lingkungan. Melalui kebersamaan ini akan menjadikan Festival Tepi Sawah sebagai cerminan dan pembawa pesan kesadaran akan kelestarian lingkungan hidup dengan prinsip reduce, reuse, dan recycle (kurangi, gunakan kembali, dan daur ulang) baik dalam hal produksi, penjualan makanan dan minuman, penanganan sampah, pembuangan limbah dan lain-lain. (ist)

Berikan Komentar