Aksi Penghijauan DAS Ayung Bertepatan Tumpek Wariga, Tanam Tiga Ribu Lebih Bibit
(Dutabalinews.com),Bertepatan dengan Tumpek Wariga pada Sabtu (20/3) aksi penghijauan di kawasaan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ayung akan dilaksanakan secara bersama-sama oleh Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bali Timur, Kelompok Tani Hutan (KTH) Puncak Peninjauan Lestari serta Yayasan Bambu Lestari.
Tumpek Wariga sendiri adalah hari raya Hindu yang selama dimaknai sebagai upaya penghormatan manusia terhadap lingkungan, terutama kepada pohon dan tumbuhan.
Dikenal juga sebagai Tumpek Pengarah, Tumpek Uduh, Tumpek Atag, dan Tumpek Bubuh, pada hari raya ini umat Hindu menghaturkan persembahan, termasuk bubur, sembari mendoakan agar semua tumbuh-tumbuhan dapat hidup dengan subur.
Sae di dalam Tumpek Wariga “Dadong dadong I kaki kije, I Kaki ya gelem, gelem apo gelem nged, Nged nged pang benged mebuah, galungane sube bin selai lemeng” mengandung makna yang sangat dalam, Krama Bali diharapkan mampu menyatu dengan lingkungan termasuk pohon, untuk kepentingan dimasa yang akan datang.
“Kegiatan penghijauan ini merupakan upaya kita untuk mewujudkan nilai-nilai kearifan tradisional yang terkandung dalam perayaan Tumpek Wariga. Dengan menanam sebanyak-banyaknya pohon, kita berperan aktif dalam memastikan kelangsungan hidup bagi tumbuh-tumbuhan serta binatang dan tentunya manusia,” ujar Kepala UPTD KPH Bali Timur I Made Warta dalam jumpa pers di Denpasar, Jumat (19/20).
Kegiatan penghijauan ini, menurutnya, bertujuan untuk melindungi kawasan hulu DAS Ayung, yang merupakan salah satu daerah tangkapan dan resapan air terbesar di Bali. Dengan luas wilayah hampir 30.000 hektar dan memiliki sungai terpanjang di Bali—Sungai Ayung: 68,5 kilometer—DAS Ayung sangat vital perannya dalam konservasi air serta distribusi air, baik untuk irigasi maupun sumber air bersih.
“Kintamani merupakan salah satu kawasan hulu DAS Ayung karena itu kegiatan penghijauan ini kita pusatkan di Kintamani, tepatnya di daerah yang dikelola KTH Puncak Peninjauan Lestari,” tambahnya seizin Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali.
Kegiatan yang akan berlangsung selama sepekan hingga 27 Maret ini, menurut Warta, juga sebagai implementasi dari visi Pemerintah Provinsi Bali Nangun Sat Kerthi Loka Bali. “Kegiatan ini adalah realisasi dari visi Danu Kerthi, upaya nyata untuk menjaga kesucian dan kelestarian sumber-sumber air, seperti sungai, mata air dan danau, serta Wana Kerthi, menjaga kesucian dan kelestarian hutan,” tegasnya.
Lebih dari 3.000 bibit bambu dan pohon-pohon lainnya akan ditanam selama kegiatan penghijauan ini. Bibit bambu sendiri disumbangkan oleh Yayasan Bambu Lestari (YBL), yang selama 28 tahun telah mengkampanyekan bambu sebagai solusi lingkungan dan ekonomi dalam memberdayakan masyarakat pedesaan. YBL bekerja sama dengan masyarakat setempat mengelola tiga buah fasilitas pembibitan bambu di Kintamani, yaitu di kawasan Pura Jati, Tabu dan Alengkong.
“Kontribusi 3.000 bibit bambu ini merupakan peran serta kami dalam melindungi kawasan hulu DAS Ayung,” ujar Manajer Program YBL Wiwien Windrati. Bambu, menurutnya, adalah tanaman yang sangat tepat untuk digunakan dalam upaya perlindungan air serta restorasi lahan kritis.
“Bambu mampu tumbuh di lahan yang rusak, jaringan akarnya mampu menstabilkan tanah miring sehingga mencegah longsor dan erosi, dua masalah yang kerap menimpa DAS, dan yang terpenting, satu rumpun bambu mampu menyimpan hingga 5.000 liter air per tahun,” paparnya.
Pada musim hujan, rumpun bambu menyerap dan menyimpan air di akar rimpang, batang, serta tanah di sekitarnya. Saat musim kemarau, simpanan air itu dilepaskan kembali ke tanah. Selain di DAS Ayung, YBL juga sedang mempersiapkan program penanaman bambu di delapan DAS di Jawa.
Bambu juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Tanaman ini memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat sehingga bisa dipanen secara berkelanjutan. Saat ini telah diidentifikasi sekitar 1.500 penggunaan komersial untuk bambu. Nilai pasar bambu global ditaksir telah mencapai 60 miliar dolar.
“Bagi YBL, bambu adalah kunci menuju Ekonomi Restorasi, sebuah cara untuk mensejahterakan masyarakat pedesaan sekaligus melindungi lingkungan,” ujarnya.
Konsep Ekonomi Restorasi inilah yang sedang dikembangkan YBL di Nusa Tenggara Timur melalui program Desa Bambu. Dalam program berbasis desa ini, masyarakat petani diberdayakan untuk membibit, menanam, dan merawat bambu di lahan kritis.
Bambu yang dipanen kemudian diolah menjadi strip dan pelet di pabrik yang dikelola desa itu sendiri. Strip akan menjadi bahan baku berbagai industri, termasuk industri konstruksi dan furnitur, sedangkan pelet untuk sumber bahan bakar terbarukan.
KPH Bali Timur mengampu kawasan jutan seluas 20.884,19 ha yang tersebar di dua kabupaten, yaitu Bangli dan Karangasem, pada tahun 2020 melakukan upaya rehabilitasi lahan kritis seluas 1.400 ha dengan rincian 1.100 hektar di luar kawasan dan 300 hektar di dalam kawasan dengan jumlah tanaman sebanyak 420.000 pohon yang terdiri dari berbagai jenis bibit.
Yakni, 1) Albisia : 308.000 pohon, 2) Ampupu : 17.000 pohon; 3) Alpukat : 36.000 pohon; 4) Nangka : 21.000 pohon; 5) Mahoni : 10.000 pohon; 6) Mente : 6.000 pohon; 7) Durian : 500 pohon; 8) Gmelina : 38.000 pohon dan 9) Kanjiman : 2.000 pohon, dengan sumber pembiayaan dari APBN 2020 melalui Kementerian KLHK.
Pemilihan jenis tanaman ini merupakan implementasi perencanaan partisipatif, dengan harapan dapat menumbuhkan semangat dan inovasi masyarakat di dalam penanaman. Pelibatan masyarakat dalam pemilihan jenis tanaman tanaman keras, maupun tanaman MPTS/HHBK, dimaksudkan agar pelaksanaan RHL berhasil.(gus)