(Dutabalinews.com),Aksi saling gembok di pintu masuk Dalem Agung Pura Kawitan Shri Nararya Kreshna Kepakisan yang berlokasi di Banjar Dukuh, Gelgel Klungkung kembali terjadi, Minggu (5/6).
Kejadian tersebut menyusul digemboknya seluruh pintu masuk Pura oleh kelompok tertentu yang mengaku sebagai pengempon, pengemong dan penyungsung Pura.
Kecewa karena tak bisa masuk untuk sembahyang, akhirnya pengurus dan prajuru serta pasemetonan juga menggembok pintu masuk Pura. Sehingga di tiap pintu Pura yang cukup megah di pinggir Jalan By Pass IB Mantra ini terpasang dua gembok. Ada delapan pintu masuk Pura yang bersebelahan dengan Megaproyek PKB ini.
“Kami datang untuk sembahyang sekaligus mau mareresik persiapan pujawali pada Sabtu (18/6) nanti. Namun semua pintu digembok sehingga kami terpaksa sembahyang dari luar Pura di pinggir jalan. Biar adil kami juga gembok,” ujar Perwakilan Prajuru dan Pengurus Pura Gusti Made Putera (Ketua Bidang Pembangunan) didampingi Sekjen Made Legawa, Gusti Agung Ardhana selaku Ketua Yayasan serta Ketut Ngastawa (Ketua Bidang Sosial, Politik dan Hukum).
Selain tak bisa masuk, mereka juga tak bisa mareresik dan memasang tetaring untuk persiapan pujawali yang jatuh pada Sabtu (18/6) mendatang.
Pengurus Pura memberi keterangan
Kontan aksi saling gembok itu membuat suasana sekitar agak tegang. Tampak sejumlah aparat keamanan turun berjaga-jaga di lokasi. Di sisi lain, di seputar Pura juga terlihat puluhan warga berpakaian adat.
Menurut sumber penting di Klungkung, dengan adanya aksi saling gembok itu, selain dikhawatirkan bisa merembet ke masalah hukum pidana) juga akan menghambat bagi ribuan Pasemetonan Pratisentana SNKK yang akan menghaturkan bhakti khususnya saat pujawali nanti.
Menurut I Gusti Made Toya Ketua Pengurus Nayaka Kabaten Gianyar, beberapa hari sebelumnya tepatnya pada 29/4 Pura digembok sehingga acara mejaya-jaya dan pelantikan Yowana Bhakti dan Satria SNKK dilakukan di luar. “Saat itu sebenarnya kami bermaksud melaporkan ke polisi karena telah menggembok pura dan menghalang-halang kami melakukan persembahyangan. Beberapa hari kemudian dibuka kembali. Selanjutnya kami memasang tataring di Pura, namun belakangan diketahui telah dibongkar. Kami heran kok berani-beraninya mereka menggembok pura dan bahkan menurunkan dan membuang tetaring itu,” ujar Gusti Made Toya.
Dijelaskan, karena pandemi Covid-19 dan pertimbangan kesehatan semeton dan krama lebih utama dan tetap menjaga kondusivitas lingkungan, pihaknya tidak melaksanakan tiga kali pujawali. Kini setelah pandemi, rapat Pengurus Pusat PSNKK, Nayaka se-Bali, Yowana Bhakti dan Satria SNKK pada pada 30 April lalu memutuskan agar dapat melaksanakan pujawali.
“Melihat perkembangan itu, kami sempat dimediasi secara sepihak oleh Bendesa Adat Gelgel. Dan setelah dijelaskan masalahnya, beliau dapat memahami dan berjanji akan melakukan hal sama dengan pihak sebelah. Karena mediasi tak kunjung dilakukan, kami sempat bertanya kapan dan bagaimana perkembangan,” jelasnya.
Diperoleh infornasi mereka tidak mau memenuhi undangan mediasi dari Bendesa Adat Gelgel. “Upaya serius dari Bendesa Adat Gelgel tidak mendapat respons,” ucap I Gusti Made Toya. Selanjutnya, atas pertimbangan seperti itu, demi rasa keadilan dan sebagainya, pihaknya memutuskan untuk ikut menggemboknya meski dengan perasaan penuh keprihatinan. “Barangkali apa yang kami lakukan ini merupakan salah satu cara di samping rasa keadilan,” tambah I Gusti Made Toya.
Salah seorang pengurus Ketut Ngastawa menegaskan upaya penyelesaian masalah di Pura ini sudah dilakukan beberapa kali, namun mentok alias tidak menemukan solusi. Bahkan masalahnya sudah dimediasi di Polsek Klungkung, ke Pemkab Klungkung dan aparat. “Mereka senantiasa berlaku arogan dan selalu menyebut pokoknya, ‘cutetne’, saya pemilik Pura. Dengan sikap itu, jelas kami tidak terima. Kami selaku pemilik Pura tidak akan tinggal diam, kalau sampai gembok kami dibongkar kami akan lakukan tindakan,” tegas Ngastawa.
Sumber penting di Klungkung mengatakan masalah ini harus segera dicarikan solusinya. Sebab dengan digemboknya pintu masuk Pura selain bisa menimbulkan masalah hukum, juga berdampak bagi ribuan umat yang akan melakukan persembahyangan. Sebagaimana disampaikan salah seorang Pengurus Pasemetonan PSNKK, ada sekitar 300 ribu penyungsung Pura sebagai anggota PSNKK yang tidak saja tersebar di seluruh Bali juga hingga ke Jawa dan Lombok. (bas)