Dr. Rai Mantra: “Over Tourism” Jangan Sampai Membawa Petaka bagi Budaya Bali
(Dutabalinews.com), “Overtourism” yang dominan terjadi di selatan pulau Bali memang memberikan banyak pemasukan/pendapatan di antaranya pungutan sebesar Rp150 ribu untuk tiap WNA yang telah diberlakukan sejak 14 Pebruari 2023. Tetapi di sisi lain juga mendatangkan petaka.
Ini kemudian menyebabkan terjadinya pergeseran identitas pariwisata dan hanya memperhitungkan profit sebagai outcome tanpa memberikan manfaat yang memadai untuk pariwisata budaya yang didengungkan.
“Gawatnya lagi ada yang beranggapan bahwa pariwisatalah yang membiayai budaya,” ujar Anggota Komite III DPD RI Dr. I.B. Rai Dharmawijaya Mantra terkait pungutan bagi WNA.
Sehingga saat ini ada pergeseran ketergantungan keberlanjutan budaya dari hasil pariwisata yang mass production.”Jadi budaya dianggap sebagai mesin produksi, mengikuti tingkat earning (mendapatkan uang), tanpa adanya benefit/manfaat, rasa dan pemikiran serta pengetahuan sebagai fondasi pengetahuan beradaptasi. Bahkan kehilangan dalam proses mental sebagai manusia yang memiliki budaya tinggi karena kearifan lokalnya serta peradabannya,” tambah mantan Walikota Denpasar dua periode ini.
Pungutan WNA yang tidak seberapa nilainya tersebut mengharapkan banyak yang membayar dan banyak yang datang. Jadi dalam hal ini hanya hukum supply and demand yang berlaku. Dan kalau ini masif dilakukan pada akhirnya akan timbul berbagai permasalahan mulai dari overtourism, sampah, macet, hingga pelecehan agama dan budaya.
Kuantitas pungutan WNA berkorelasi kuat pada pergeseran makna “budaya untuk pariwisata, bukan pariwisata untuk budaya”. “Apakah sudah diperhitungkan oleh para investor atau dari pungutan WNA apabila target penggunaan pungutan tidak dipergunakan untuk skala prioritas memperbaiki/merubah kerusakan-kerusakan atau kehilangan-kehilangan yang menyebabkan bergesernya pariwisata budaya dan tanpa adanya penghargaan bagi karyawan-karyawan pariwisata dan masyarakat Bali yang notabene adalah pelaku langsung dalam menjaga dan sebagai pelestari budaya,” tanya mantan Walikota Denpasar dua periode ini.
Perlu digaris bawahi, menurut Rai Mantra budaya adalah proses mental yang berpola pada pemikiran, rasa dan tindakannya. Sehingga inilah yang dapat disebut sebagai hilirisasi apabila berintegrasi dalam pariwisata.
Harus diingat bahwa di Indonesia ini bukan hanya sumber daya alam berwujud/ tangible yang satu-satunya menjadi potensi. Tetapi negara/daerah/ investor harus mengakui bahwa sumber daya alam tak berwujud intangble) juga sebagia potensi aset/ modal yang dalam hal ini modal budaya yang harus dijaga dan dihormati sebagai sumber pertumbuhan kehidupan dan kebahagiaan (prospertity & happiness).
Disamping itu di tengah upaya Kemenpar mewujudkan Pariwisata 5.0, harus ada pengumpulan informasi yang akurat dan benar tentang Pariwisata dan Budaya. Karena inilah yang nantinya dapat memperbaiki marwah Bali sebagai The Best Destination in The World.
Dinas Pariwisata Bali berdasarkan data BPS mencatat masih ada sekitar 60% wisman yang belum membayar pungutan. Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjok. Bagus Pemayun saat memimpin monitoring dan evaluasi (monev) di Daya Tarik Wisata (DTW) Kertagosa, Klungkung, pada Rabu (20/11) menjelaskan masih tingginya angka wisatawan yang belum membayar PWA disebabkan oleh sistem yang belum sepenuhnya optimal. (ist)