Perkuat Ekonomi Berkelanjutan, OJK Selenggarakan Dharma Wacana HUT Ke-14
(Dutabalinews.com), Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang ke-14, OJK menyelenggarakan Dharma Wacana bertajuk “Membangun Perekonomian dan Industri Keuangan yang Tangguh dalam Mewujudkan Indonesia Maju dari Perspektif Hindu” di Kantor OJK Provinsi Bali, Senin (17/11).
Acara yang dilaksanakan secara hybrid ini menghadirkan Dr. I Made Adi Surya Pradnya, S.Ag., M.Fil.H. dari Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa sebagai narasumber, yang mengangkat nilai-nilai Hindu sebagai sumber inspirasi dalam memperkuat pondasi ekonomi nasional dan industri keuangan.
Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Kantor OJK Provinsi Bali, Kristrianti Puji Rahayu, dan dihadiri oleh I Nyoman Suka Yasa selaku Ketua Dharma Yoga OJK; para pimpinan di lingkungan OJK Provinsi Bali; Muhamad Mufti Arkan selaku Kepala Kanwil DJPb Provinsi Bali; Drs. I Wayan Sutela Negara, M.M. selaku Direktur Kepatuhan PT BPD Bali; I Wayan Suambara selaku Kepala Departemen BNI; A.A. Istri Agung Maharani selaku Direktur PT Bali Kerthi Development Fund Ventura; serta I Wayan Suandi Adnyana selaku Sekretaris DPD Perbarindo Bali.
Dalam sambutannya, Kepala OJK Provinsi Bali Kristrianti Puji Rahayu menegaskan, “Sebagai umat Hindu dan bagian dari masyarakat Indonesia, kita percaya bahwa keberhasilan pembangunan tidak hanya didasarkan pada aspek material, tetapi juga harus berlandaskan nilai-nilai dharma, keadilan, dan keselarasan dengan alam semesta. Selayaknya filosofi Tri Hita Karana yang terdiri dari Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Dalam pelaksanaan tugas OJK, terdapat faktor-faktor yang tidak bisa diabaikan. Pertama, keseimbangan dengan Parahyangan atau hubungan manusia dengan Tuhan sebagai roh dalam membuat seluruh peraturan yang berintegritas. Kedua adalah Pawongan, yaitu menjaga keharmonisan dalam berinteraksi dengan para pemangku kepentingan. Terakhir adalah Palemahan, dalam konteks insentif dan akses permodalan bagi pelaku usaha yang berorientasi pada pelestarian lingkungan. Tri Hita Karana menjadi way of life bagi seluruh warga Bali.”
Ia menambahkan, “Ekonomi harus berorientasi pada keberlanjutan, dan industri keuangan memegang peranan penting dalam pendanaan hijau, energi terbarukan, serta usaha yang ramah lingkungan demi menjaga keselarasan alam sebagaimana ajaran Hindu tentang Buana Agung dan Buana Alit. Keberpihakan kepada UMKM serta keselarasan hubungan dengan para pemangku kepentingan menjadi kunci kesuksesan kita bersama. Sagilik-Saguluk Salunglung Sabayantaka, Paras-Paros Sarpanaya, Saling Asah, Asih, Asuh, dan Tat Twam Asi merupakan filosofi yang sangat baik dalam upaya kolaborasi membangun perekonomian.”
Dalam paparannya, narasumber menyampaikan bahwa kalender Hindu kaya dengan hari raya dan upacara keagamaan sepanjang tahun, yang selama ini menjadi motor penggerak ekonomi rakyat di Bali. Melalui konsep Panca Yadnya, aktivitas ekonomi berputar secara alami. Disebutkan pula bahwa praktik keagamaan Hindu secara tradisional telah membentuk model ekonomi sirkular yang berkelanjutan:
a. Produksi: Petani menghasilkan beras, bunga, buah, dan bahan baku lainnya;
b. Distribusi: Pedagang menyalurkan produk ke masyarakat;
c. Pengolahan: Sarati mengolah bahan menjadi banten;
d. Konsumsi Ritual: Banten digunakan dalam upacara keagamaan;
e. Distribusi Prasadam: Hasil lungsuran dikonsumsi manusia maupun hewan;
f. Pengomposan: Sisa organik kembali menjadi pupuk untuk pertanian.
Model ini mencerminkan ekosistem ekonomi yang lestari, selaras dengan prinsip keberlanjutan yang kini menjadi fokus industri keuangan modern.
Perubahan perilaku dan kebutuhan masyarakat turut mendorong tumbuhnya sektor-sektor ekonomi baru, seperti peningkatan layanan jasa krematorium, berkembangnya pasar banten siap saji, serta meningkatnya layanan one-stop service kebutuhan Yadnya. Perubahan ini berlangsung secara organik dan menunjukkan kemampuan tradisi untuk beradaptasi serta menciptakan peluang ekonomi baru bagi UMKM dan masyarakat luas.
Dharma Wacana juga menyoroti pentingnya keluarga sebagai pondasi ekonomi masyarakat Hindu, melalui pendidikan finansial sejak dini, transfer keterampilan lintas generasi, penanaman nilai keseimbangan antara dharma (etika), artha (kemakmuran), kama (keinginan), dan moksha (spiritualitas), serta penguatan modal sosial dalam jaringan keluarga dan komunitas. Keluarga dengan nilai-nilai yang kuat menjadi pilar dalam membentuk masyarakat yang mandiri secara finansial dan berkarakter.
Melalui Dharma Wacana ini, OJK menegaskan kembali pentingnya memadukan kearifan lokal, nilai budaya, dan prinsip tata kelola modern untuk memperkuat sistem keuangan nasional. Nilai seperti dharma, swadharma, karma yoga, dan dana punia mendorong perilaku ekonomi yang jujur, produktif, dan berorientasi pada pelayanan menuju Lokasamgraha atau kesejahteraan bagi semua. Perspektif Hindu yang menekankan keseimbangan, keberlanjutan, integritas, dan pelayanan menjadi landasan penting dalam mewujudkan Indonesia Emas. (ist)
