Warung Kopi Waras Dorong Budaya Literasi Lewat Pojok Baca dan Wifi Gratis

(Dutabalinews.com), Belum banyak yang tahu, bahwa 28 September adalah Hari Hak Untuk Tahu Se Dunia. Oleh PBB, The International Right to Know Day dideklarasikan untuk pertama kalinya pada tanggal 28 September 2002 silam.

Pada hari tersebut, lembaga PBB yang menaungi bidang pendidikan dan kebudayaan yaitu UNESCO, mengimbau kepada dunia tentang pentingnya membuka akses informasi, transparansi dan akuntabilitas pemerintah dan institusi.

“Tentu saja semua itu diarahkan untuk memberikan jaminan kepada warga di setiap negara, bahwa pemerintah menjalankan prinsip prinsip good governance dan clean government,” ungkap Owner Warung Kopi Waras   Nyoman  Baskara.

Warung Kopi Waras di Jalan Cekomaria Denpasar adalah sebuah (hub) tempat bersantai sambil ngopi dan sudah tentu pengunjung dapat menikmati fasilitas ‘Pojok Literasi’ yang dilengkapi dengan wifi (gratis), dll.

Menurut Baskara, untuk berjalannya Good Governance dan Clean Government, peran dan partisipasi  publik amat sangat penting. Dan hal ini, berkorelasi dengan penguasaan literasi  yang memadai terhadap rencana kebijakan dan realiasi kebijakan publik yang berpihak pada aspirasi warga. Tanpa dukungan literasi yang memadai dalam berbagai bidang kehidupan, maka amat mustahil publik dapat berperan optimal dalam mengawal rencana public policy. Bahkan, sangat mungkin, warga akan menjadi objek pembohongan publik.

Dalam konteks penerapan Good Governance, ada sejumlah persyaratan yang mesti dipenuhi oleh pemerintah dan institusi publik. Persyaratan yang dimaksud antara lain transparansi, akuntabilitas, partisipasi publik, rule of law, efisiensi, dan kesetaraan dalam hukum.

Sementara pada dimensi Clean Government, mengarah pada sistem manajemen pemerintahan yang bebas KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Ciri ciri karakteristiknya antara lain  transparan, akuntabilitas, integritas, meritokrasi,dan rule of law.

Ada suatu catatan menarik, ketika kita berbicara tentang the International Right To Know Day, di Indonesia. Catatan kecil itu, hingga kini menggelitik hati penulis. Bahwa data dan fakta menunjukkan, literasi penduduk Indonedia dalam berbagai bidang, amat sangat memperihatinkan.

Posisi ranking Indonesia dalam urusan literasi, nomor lima dari bawah. Hal ini terungkap manakala penulis sebagai moderator acara gelar dialog Memaknai Hari Hak Untuk Tahu Sedunia,  28/9/2024 silam, di Studio Bali Green Initiative (BGI).

Baca Juga :  ​Tanah Air Project Band Hadirkan Single “Anak Indonesia”

Ada pun sebagai narasumber Iwan Dewantama (Ketua Yayasan Abdi Bumi, Ketua KIP Bali, Nyoman Wiratmaja (pengamat kebijakan publik) serta beberapa kolega aktivis lainnya.

Menyimak data dan fakta tersebut, semua peserta dialog terperangah. Seakan tak percaya. Penulis yakin, kita semua pasti ikut prihatin.

Bagaimana mungkin, negeri besar dengan sumber daya alam yang berlimpah, harus dihuni oleh rakyat yang sagat minim literasi?

Bagaimana kita harus mempersiapkan negeri dengan bonus demokrasi, demi menjawab harapan terwujudnya Indonesia Emas 2045? Dua pertanyaaan tersebut membuat kita mengelus dada. Miris, memang.

Merespons  situasi dan kondisi di atas, penulis ambil langkah kecil. Dengan tanpa ragu, penulis mengajak sejumlah rekan dan atau kolega dari berbagai latar belakang  berkolaborasi membuat aksi nyata. Terwujudnya Pojok Literasi. Sungguh diluar dugaan, karena respon para senior dan teman peduli literasi amat antusias.

Rasa respek tak terhingga, penulis sampaikan kepada  seniorku Pak Mangku Pastika, Guru Kt. Donder, Rekan Dr. Wayan Sayoga, Bli Putu Suasta, Bli Prof.Dewa Palguna, Prof. Sutarya, rekan alumni Prof. Taslim Sjah dan Prof. Zainuri, Guru Sudibya, Dr. P. Sastra Wingarta, Ibu Ines, Adi P dan Anggi A. Larassati, dan lain lain.

Kini, donasi mulia berupa buku-buku pencerah dan vitamin literasi tersebut, kami pajang pada rak sederhana, dengan space khusus di pojok Warung Kopi Waras, di Teras Tati Mart, Cekomaria 23 Denpasar.  Lengkap dengan wifi free, plus jajanan basah karya ibu-ibu tetangga.

“Pengunjung bebas membaca dan memanfaatkan wifi, dengan suasana hangat dan santai. Tentu saja, akan lebih asik sambil menyeruput secangkir kopi waras. Kopinya orang waras,” ungkap Baskara yang juga pengamat ekonomi ini.

Saran seorang rekan alumni, bisa dibuatkan kepanjangan dari kata waras yaitu Warm And Relaxing Authentic Space. Satu lagi saran seorang teman bernama Benito, jadikan tempat ini sebagai hub dari kegiatan solidaritas ekonomi sosial.

Bagi penulis, boleh-boleh saja. Yang penting, saat berkunjung dan balik lagi dari warung semua menjadi waras. Dan bagi cokonco yang merasa kurang waras atau setengah waras, boleh dicoba datang dan minum kopi waras yang berkualitas. Salam waras. (ist)

Baca Juga :  QNET dan Kodim 1611/Badung Konsisten Rawat Ribuan Bakau di Pesisir Bali