Ngurah Harta: Pelaku Kekerasan terhadap Anak Lebih Baik Disanksi “Kasepekang”
(Dutabalinews.com), Pemerhati anak yang juga Pinisepuh Perguruan Sandhi Murti I Gusti Ngurah Harta mengatakan pengenaan hukuman fisik bagi pelaku kekerasan terhadap anak seperti pedofil lebih baik dengan sanksi moral.
“Pelaku seperti itu lebih tepat dikenakan sanksi ‘kasepekang’ yang hasilnya bisa membuatnya bertobat,” ujar Ngurah Harta usai menghadiri pertemuan terkait masalah kekerasan terhadap anak, Senin (11/3) di Kantor BP3A Provinsi Bali Jalan Melati 23 Denpasar.
Dikatakan pengenaan hukuman fisik dengan membawanya ke LP (Lembaga Pemasyarakatan) dinilai kurang tepat,
karena bukan membuat pelaku bertobat.
“Jadi kita tak ingin kasus ini, seperti narkoba, apalagi sampai masuk penjara. Sebab keluar dari sana bisa tambah. LP bukan tempat berobat, justru penyakitnya makin berkembang,” tegas Ngurah Harta.
Jadi solusinya tambah Ngurah Harta, harus ada edukasi yang melibatkan pakar dan ini harus serius serta kerja keras untuk itu.
Ditanya soal kasus dugaan pedofil, Ngurah Harta mengaku
beberapa waktu lalu memang ada sejumlah anak dari ashram yang sempat ditampung di rumahnya.
“Tapi anak anak itu cuma melaporkan diperlakukan dengan kata-kata kasar, tak ada kekerasan,” jelasnya. Meski demikian bila nantinya ada anak yang mendapat perlakuan tidak senonoh, ia siap akan mendampingi untuk mendapatkan penanganan semestinya.
Sementara Luh Putu Anggreni dari LBH APIK Bali yang juga mantan Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Bali mengatakan kasus yang menghangat kembali ini merupakan peristiwa pada tahun 2015 dimana ada beberapa anak kabur dari ashram. “Saat itu tak ada laporan resmi, saya hanya terima dari LSM sehingga tak bisa menindaklanjutinya,” jelasnya. Pihaknya
juga sudah berkoordinasi dengan Polda terkait kasus ini, cuma korbannya sulit. “Ada satu korban, tapi tak mau bersaksi. Jadi formalnya gak ada. Dan korbannya sudah dewasa. Saya kira saat itu anak-anak yang jadi korban,” tambahnya.
Sedangkan Aktivis Perlindungan Perempuan dan Anak Siti Safurah yang akrab disapa Ipung mengatakan kejahatan seksual tidak boleh ditoleransi. “Kalau korban tak mau bicara, jangan korban dipaksa lapor. Tapi penyidik bisa proaktif mencari saksi fakta seperti laporan dari pihak yang tahu. Jadi saya harap kasus ini jangan ditutup begitu saja lantaran korban tak melapor,” ujarnya.
Ipung menambahkan di Indonesia terdapat 1 dari 13 anak laki-laki jadi korban kekerasan seksual dan 1 dari 19 anak perempuan menjadi korban kekerasan seksual. (bas)