Gelapkan Sertifikat Tanah Senilai Rp 7 Miliar Divonis 1,5 Bulan Penjara
(Dutabalinews.com),
Beruntung nasib yang dialami Iwan Dharmadi Wangsa, pengusaha kaya yang menjadi terdakwa atas kasus penggelapan sertifikat tanah senilai Rp7 miliar. Pasalnya upaya banding atas putusan satu tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim PN Denpasar membuahkan hasil.
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar pimpinan Made Ngurah Atmaja dalam putusannya menyatakan sependapat dengan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar yang menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggelapan.
Tapi majelis hakim PT. Denpasar tidak sependapat dengan lamanya hukuman, yaitu satu tahun yang dijatuhkan majelis hakim PN Denpasar pimpinan I Dewa Budi Watsara. Dalam putusannya, majelis hakim PT Denpasar menjatuhkan pidana terhadap Iwan Dharmadi Wangsa selama satu bulan 15 hari.
Atas putusan itu, kuasa hukum korban I Nyoman Nadayana menanggapi santai. Dikatanya, tidak masalah berapa pun hukuman penjara yang dijatuhkan oleh pengadilan. Yang pasti barang bukti sertifikat tetap dikembalikan kepada ahli waris korban.
Diberitakan sebelumnya, majelis hakim PN Denpasar pimpinan I Dewa Budi Watsara pada tanggal (19/12) lalu menjatuhkan putusan satu tahun penjara terhadap terdakwa.
Putusan ini jauh lebih berat dari tuntutan jaksa. Pada sidang sebelumnya, Jaksa Dewa Gede Anom Rai menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 2 bulan.
Majelis hakim dalam amar putusannya juga menyatakan barang bukti berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) seluas 4.250 M2 dikembalikan kepada ahli waris almarhum I Wayan Sudiana (korban). Atas putusan itu, terdakwa yang didampingi pengacara Tomy Alexander langsung menyatakan banding.
Diketahui, kasus yang membelit Iwan Dharmadi Wangsa ini berawal dari transaksi jual beli tanah SHM 841/Kel. Lukluk atas nama Iwan Darmadi Wangsa seluas 4.250 M2 yang berlokasi di Lukluk seharga Rp 7 miliar dengan I Wayan Sudina (korban) melalui perantara Veronika Dewi Puspitasari alias Vita.
Atas transaksi itu telah pula dibuatkan akta perjanjian jual beli No. 55 tanggal 8 Juli 2014 dan akta kuasa menjual No. 56 tanggal 8 Juli 2014 di Notaris Setia Darmawan.
Setelah itu ditindaklanjuti dengan pembuatan akta jual beli No. 114 tahun 2014 pada tanggal 17 Juli 2014 di Notaris Ni Wayan Trinadi. Setelah perjanjian selesai, ditindaklanjuti dengan peralihan hak atas tanah pada tanggal 23 Juli 2014 dari terdakwa menjadi atas nama I Wayan Sudina.
“Dengan demikian, terbitlah SHM No.841/Desa Lukluk atas nama I Wayan Sudina. Setelah itu tanah dan juga SHM dikuasi oleh I Wayan Sudina,” sebut jaksa sebagaimana dalam dakwaannya.
Tidak lama kemudian, I Wayan Sudina bermaksud menjual kembali tanah tersebut. Saat itu, terdakwa pun menyampaikan kepada korban bahwa ia mempunyai calon pembeli. Guna meyakinkan calon pembeli, terdakwa meminjam setifikat asli dan korban pun mengiyakannya dengan dibuatkan tanda penyerahan (penitipan).
Setelah SHM itu di tangan terdakwa sejak tanggal 12 Nopember 2014, terdakwa tidak pernah memberi kabar kepada korban apakah tanah itu sudah laku atau belum. Tidak ada pemberitahuan ini berlanjut hingga korban meninggal dunia.
Pun setelah korban meninggal dunia, terdakwa juga tidak pernah memberi tahu kepada ahli waris korban, Tri Wahyuni Sudina (istri korban) atas penguasaan SHM tersebut. Malahan terdakwa mengakui bahwa SHM itu adalah miliknya, padahal sudah jelas korban hanya menitipkan SHM kepada terdakwa untuk diperlihatkan kepada calon pembeli.
Atas hal itu, ahli waris korban, sudah beberapa kali mengirim somasi agar terdakwa mengembalikan SHM tersebut. Namun somasi itu tidak dihiraukan hingga ahli waris korban pun melaporkan terdakwa di Polda Bali. (ela)