Wadak Selulung, Dipercaya Mampu Sembuhkan Penyakit dan Pembawa Keberuntungan
(Dutabalinews.com),Desa Selulung, Kecamatan Kintamani Bangli dikenal memiliki tradisi yang unik. Salah satunya, sapi yang dilepasliarkan. Sapi-sapi ini disucikan oleh masyarakat dalam acara ‘Pengeleb’. Dan sampai saat ini keberadaan sapi ‘liar’ yang jumlahnya diprediksi cukup banyak ini tak ada yang berani mengganggu.
Menurut penuturan salah satu tokoh adat Desa Selulung, Jero Mangku Pasek Wayan Arsana (48), pada awalnya di Desa Selulung terdapat upacara besar yang disebut upacara Mebiaya.
“Upacara ini membutuhkan badak atau dalam bahasa Jawa Kuno disebut Warak yang digunakan sebagai persembahan utamanya”, ujarnya, Minggu (11/8/2019).
Lanjut Jero Mangku, khusus di Bali Warak sangat sulit untuk didapatkan, sehingga dicarikan hewan yang menyerupai badak, yaitu sapi. “Sapi tersebut kemudian diupacarai agar dapat dianggap sebagai Warak (Badak),” katanya.
Setelah diupacarai, sapi akan diangggap suci layaknya manusia yang melalui upacara pawintenan (Upacara menyucikan diri). Namun, seiring dengan perkembangan waktu, masyarakat Desa Selulung lebih sering menyebut Warak sebagai Wadak karena dianggap lebih mudah dalam penyebutannya.
Disebutkan juga oleh laki-laki yang sudah menjadi Jero Mangku (Pendeta, red) selama 17 tahun ini, ada tiga hal yang mewajibkan seseorang untuk mempersembahkan Wadak. Di antaranya karena kewajiban, sesangi (janji untuk mempersembahkan wadak) dan seseorang yang memiliki kesalahan.
Kewajiban yang dimaksud hanya dilakukan oleh keluarga keturunan Dadia Pasek Selulung, dimana setiap lahir keturunan laki-laki dan telah menikah wajib menghaturkan sapi serta kepada seseorang yang memiliki salah terhadap Wadak misalnya dengan sengaja berkata kasar dan melukai Wadak.
Sapi yang dipersembahkan sebagai Wadak, harus sapi memiliki fisik yang sempurna, dengan umur dan ukuran badan yang tidak ditentukan. Namun dengan syarat berkelamin jantan dan belum dicucuk atau ditusuk hidungnya.
Jero Mangku dengan empat orang anak ini juga menuturkan, masyarakat desa meyakini sapi wadak merupakan sapi suci, sehingga tidak diperkenankan berbicara kasar atau melakukan hal-hal yang menyakiti Wadak.
Dulu pernah ada kejadian, lanjutnya. Wadak masuk dan membuang kotoran di pekarangan salah satu warga. Pemilik pekarangan tersebut marah dan secara sengaja berkata kasar kepada Wadak. Selanjutnya, tiga hari kemudian warga tersebut mengalami diare hingga dibawa ke rumah sakit dan harus menjalani rawat inap selama satu minggu.
Setelah dirawat selama satu minggu juga tidak kunjung sembuh atau membaik, hingga akhirnya ditanyakan kepada orang pintar, ternyata sakit tersebut merupakan akibat dari berkata kasar kepada wadak. Pada akhirnya, ia mau meminta maaf dan sebagai gantinya mau untuk mempersembahkan sapi Wadak yang baru.
“Semenjak kejadian tersebut, masyarakat tidak lagi menganggap sapi wadak sebagai pengganggu, melainkan diyakini membawa keberuntungan,” ungkapnya.
Senada dengan itu, warga Dusun Mesahan, Desa Selulung, I Wayan Pondal mengatakan ia sering menjumpai Wadak di sekitar rumahnya.
Diceritakan laki-laki berumur 56 tahun ini, dirinya sempat mengalami sakit di bagian tangan. Kemudian ia mencoba untuk meminta penyembuhan kepada sapi yang disucikan tersebut. “Saya sempat mengalami sakit pada bagian tangan, entah rematik atau apa. Kemudian saya dekatkan pada Wadak sambil meminta kesembuhan, hingga sampai saat ini tangan saya sudah membaik”, ujarnya.
Selain itu, diakui Wayan, keberadaan Wadak di perkebunannya akan membawa rejeki untuk dirinya dan keluarga. ”Saya malah senang jika Wadak makan di kebun saya, karena percaya atau tidak, setelah itu hasil kebun akan lebih banyak dari sebelumnya,” kata Wayan. (ist)