Berikan Perlindungan, Karyawan The Clifftop Ungasan Bentuk Serikat Pekerja
(Dutabalinews.com),Dengan adanya SP Par ini diharapkan pekerja bisa mendapat perlindungan sesuai dengan hak yang ada dan sesuai dengan aturan pemerintah. Demikian dikatakan Ketua PUK SP Par The Clifftop Ungasan Resort I Wayan Wali, Sabtu (9/11/2019) sore di sela-sela acara Temu Kader FSP PAR-SPSI Badung dan Kerja Bakti di Gedung SPSI Provinsi Bali, Jalan Gurita I No.6 Densel, Sabtu (9/11/2019) sore.
Temu kader yang diikuti ratusan peserta itu juga dirangkai dengan penyerahan KTA (Kartu Tanda Anggota) bagi pekerja The Ungasan Clifftop Resort yang telah bergabung. Pada acara itu juga diserahkan seragam pengurus yang akan dilantik pada 28 November 2019 serta Pataka Organisasi FSP Par.
Wali menambahkan, rintisan membentuk serikat pekerja dimulai sejak Juni 2019 lalu. Dan melalui pertemuan serta rapat-rapat kecil yang dilakukan akhirnya disepakati membentuk serikat ini. “Memang ada satu dua yang tak mendukung, namun kita tetap jalan dan akhirnya sebanyak 145 karyawan sepakat membentuk serikat,” jelas Wali yang bertugas sebagai sekuriti di resort tersebut.
Ia menambahkan setelah ada serikat ini, banyak rekan-rekannya yang siap bergabung. “Masih ada sekitar 40 karyawan yang belum, tapi mereka sudah siap untuk bergabung. Intinya jika ingin bergabung silakan, jika tidak ya gak apa-apa, tanpa paksaan,” jelasnya. Wali juga mengaku bangga karena manajemen sangat welcome merespons surat permohonan pembentukan SP Par. “Manajemen menerima dengan baik permohonan kami,” tambahnya.
Sementara Ketua PC SP Par-SPSI Badung Putu Satyawira Marhaendra menyatakan terima kasih atas bergabungnya karyawan The Clifftop Ungasan. Juga kepada manajemen yang telah menerima kehadiran Unit SP PAR di resort ini. “Yang penting berkualitas dan bisa menjaga organisasi ini tetap jaya sepanjang masa,” harap Satyawira.
Putu Satyawira Marhaendra mengingatkan pekerja berserikat dengan satu tujuan yakni kemerdekaan bagi pekerja itu sendiri. Dengan demikian bisa mencegah terjadinya perbudakan modern.
“Jadi kalau ada pekerja yang bilang tak perlu serikat pekerja (SP), silakan jadi budak modern. Sebab tanpa SP maka nasib pekerja ditentukan seenaknya oleh perusahaan. Inilah salah satu bentuk perbudakan modern,” ujar Satyawira.
Dikatakan Satyawira,
kalau tak ada SP, maka yang diterapkan aturan perusahan. Namun dengan hadirnya SP, maka yang berlaku adalah perjanjian kerja bersama. Diingatkan,
pekerja tak perlu khawatir menjadi pengurus maupun anggota SP. Sebab mereka dilindungi undang-undang.
“Pekerja dilindungi UU No.21 Tahun 2000 tentang Jaminan kebebasan buruh berserikat di negeri ini. Jadi kalau ada pihak yang sampai menghalangi menjadi pengurus atau anggota SP jelas sanksinya,” ujarnya. Ada empat undang-undang yang mengatur pekerja dan harus dipahami dengan baik yakni UU No.21/2000, UU No. 13/2003, UU No.2/2004 dan UU No.10/2009.
Satyawira mengingatka n eksistensi organisasi bukan semata ditentukan oleh pengurusnya, tapi kualitas para kadernya. Jadi meski tak banyak yang penting berkualitas. Dengan berada di SP, maka bila terjadi masalah, maka Pengurus SP akan membantu memberikan advokasi. Karena itu KTA dinilai sangat penting sebagai bukti resmi keanggotaan. “Tanpa KTA, maka SP tak bisa membantu bila pekerja mengalami masalah di lingkungan tempat kerjanya,” ujarnya.
Terkait temu kader, dikatakan penting agar antarpekerja bisa saling tukar menukar informasi, silaturahmi, saling kenal satu sama lain. “FSP Par Badung ini terbesar di Bali, tapi masih banyak sesama anggota yang tidak saling kenal. Jadi ajang ini juga untuk cari teman,” tegas Satyawira. Pada acara tersebut juga diisi dengan pembacaan Ikrar, Mars dan Yel Yel SP Par SPSI serta dilanjutkan dengan kerja bakti bersih-bersih lingkungan. (bas)