Politik

RUU Pemilu PT 7%, Bentuk Kepanikan Parpol Parlemen

“Korupsi adalah efek domino dari Kegagalan Sistem Demokrasi”

(Dutabalinews.com),Parpol Parlemen saat ini sedang mendiskusikan RUU Pemilu. Salah satu poin pada RUU Pemilu ini adalah adanya ambang batas (PT) sebesar 7% untuk seluruh tingkatan baik DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota.

Menurut politisi muda yang juga Ketua DPW PBB Bali Shalahuddin Jamil ini merupakan bentuk kepanikan Parpol Parlemen yang saat ini menjabat untuk meraih suara pada 2024 nanti.

“Kita bisa lihat bagaimana kondisi bangsa ini menghadapi Covid-19, seolah DPR RI ataupun DPRD Provinsi dan DPRD Kab/Kota yang saat ini mendominasi tidak memiliki taring. Kebijakan Pemerintah dalam menangani Covid-19 seolah terlepas dari fungsi kontrol DPR ataupun DPRD Provinsi dan Kab/Kota,” ujar Jamil, Senin (8/6/2020).

Hal ini terlihat dari tidak adanya bargaining dari legislatif dalam memberikan advice kepada pemerintah terhadap kebijakan yang diambil untuk menangani Covid-19. Begitu juga dengan fungsi kontrol atas kebijakan Bantuan Sosial yang diberitakan banyak salah sasaran.

Penetapan pola penanganan Covid-19 juga seolah luput dari anggota dewan yang terhormat. Yang terlihat oleh mata awam sepenuhnya adalah kesalahan pemerintah, padahal DPR dan DPRD juga memiliki fungsi kuat dalam menjalankan fungsi kontrol dan memberikan advice kepada eksekutif agar penanganan wabah ini bisa lebih efektif dan efisien.

Dengan melihat situasi inilah, menurut Ketua DPW PBB termuda di Indonesia ini, rakyat mulai sadar dan jengah dengan elit partai yang saat ini menjabat di parlemen. Rakyat merasa anggota dewan tidak memberikan perhatian mendalam kepada rakyat terdampak Covid-19 yang hampir merata.

Rakyat Capek, Bosan, Jengah!!!

Selain itu Pemilu 2024 didominasi oleh kalangan millenial. Kalangan anak muda yang mulai kritis dan rada apatis terhadap politik, bahkan bisa dikatakan bukan tidak mungkin bahwa angka golput akan lebih besar pada 2024 dibanding pemilu sebelumnya. Hal ini juga sepertinya yang akan merepotkan partai dalam menjaring suara.

Melalui PT 7%, rakyat tidak diberikan pilihan di masa yang akan datang, karena kekuasaan dikendalikan sepenuhnya oleh oligarki. “PT 7% adalah bentuk arogansi Parpol Parlemen mendiskreditkan demokrasi. Karena melalui sistemik menghanguskan suara rakyat yang memiliki harapan lebih melalui perwakilannya,” jelasnya.

Selain itu sistem ini juga akan menimbulkan masalah yang tak pernah kunjung usai karena para elit akan berebut kekuasaan dan melakukan money politics, yang pada akhirnya berujung pada tindakan korupsi. (ist)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *