Global

Tak Punya Biaya, PHDI Badung Bantu Pernikahan Krisna Nanda dan Kadek Sri Puspita 

(Dutabalinews.com),Pasangan muda Krisna Nanda dan Kadek Sri Puspita akhirnya memilih menikah di Kantor PHDI Badung. Langkah itu dilakukan karena keduanya tak memiliki biaya untuk upacara.

Pernikahan secara sederhana yang berlangsung di pura Kantor PHDI Badung, Jumat (29/1) sore dipuput Jero Mangku Made Karpa, disaksikan Ketua PHDI Badung Dr. Gede Rudia Adiputra, Ketua PHDI Kuta Dr. Nyoman Sarjana serta beberapa anggota keluarga Sri.

Sementara keluarga Krisna yang kelahiran Banyuwangi tak bisa hadir. Sebelum prosesi upacara yang terbilang cukup unik ini, kedua pasangan muda ini diberi siraman rohani oleh Ketua PHDI Badung dan Ketua PHDI Kecamatan Kuta yang pada intinya berharap kedua pasangan ini bertanggung jawab, sama-sama menjaga hubungan agar nantinya bisa harmonis.

“Sebab perkawinan ini bisa terselenggara penuh cobaan dan perjuangan yang tidak ringan,” tegas Sarjana yang juga seorang pendidik ini.

Prosesi upacara diawali dengan Upacara Sudi Wadana untuk Krisna (pengantin laki-laki) karena yang bersangkutan beragama non Hindu. Tahapan selanjutnya dilaksanakan upacara baya kaonan (pernikahan) dan diikuti pagedong gedongan karena pengantin wanita sudah hamil.

PHDI Badung memberi siraman rohani kepada pasangan Krisna-Kadek Sri sebelum upacara pernikahan

“Jadi semua prosesi secara Hindu kita laksanakan meski dilakukan secara sederhana,” tambah Rudia yang lama sebelumnya lama bertugas di luar Bali.

Rudia mengatakan sejatinya upacara secara Hindu bisa dilaksanakan tanpa harus dengan biaya besar sebagaimana yang sering disebut-sebut. “Perkawinan Krisna-Puspita ini salah satu contohnya,” ujar Rudia.

Dari informasi yang didapat, Krisna yang kelahiran tahun 1999 dengan Puspita (18) memilih menikah di Kantor PHDI Badung karena terbentur biaya. Krisna yang kelahiran Banyuwangi dan bekerja sebagai buruh dan kedua orangtuanya berpisah.

Sementara Kadek Puspita yang kini tidak bekerja, kedua orangtuanya juga telah bercerai. Kadek kemudian diasuh salah satu keluarganya.

Menurut Rudia didampingi Sarjana, pihaknya memfasilitasi perkawinan ini selain karena kondisi pasangan ini, juga didasari surat pernyataan kedua pihak adanya surat keterangan pihak berkompeten kalau pengantin wanita sedang hamil besar. “Jadi jangan sampai anak yang lahir ‘bebinjat’ (anak seorang ibu tanpa ayah),” jelasnya.

Terkait sebagai krama adat, nantinya pasangan itu akan mendaftar di Banjar/ Desa Adat dimana yang bersangkutan akan tinggal setelah memiliki akte perkawinan karena sekarang keduanya masih numpang pada pihak ketiga, bukan bersama orangtuanya.(bas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *