Tanaman Liar Ancam Kelestarian Hutan Batukaru
“Kami kewalahan membersihkan tanaman liar “paya paya” ini karena cepat sekali pertumbuhannya,” ujar Bendesa Adat Wongaya Gede Batukaru I Ketut Sucipto saat menerima kunjungan Anggota DPD RI Perwakilan Bali Dr. Made Mangku Pastika,M.M., Selasa (4/1).
Sebelum bertemu tokoh setempat, Gubernur Bali 2008-2018 yang didampingi tim ahli Nyoman Baskara, Ketut Ngastawa dan Nyoman Wiratmaja melakukan persembahyangan di Pura Batukau serta menyerahkan bantuan paket sembako kepada warga.
Menurut Ketut Sucipto, tanaman liar yang menutupi pohon bunut berusia ratusan tahun di kawasan hutan lindung itu telah menyebabkan beberapa pohon mati. Kalau ini tak segera diatasi dikhawatirkan mayoritas pohon bunut di hutan itu akan mati.
Padahal salah satu manfaat dari keberadaan hutan Batukaru ini sebagai sumber air bagi Tabanan dan sekitarnya.
Pihak desa adat yang mengelola hutan seluas 200 hektar sudah berupaya mengendalikan tanaman liar ini. “Kami juga terbentur biaya yang cukup besar untuk membersihkannya,” tambah Sucipto.
Menurutnya, selama ini biaya pengelolaan hutan merupakan swadaya desa adat. Ada belasan tenaga yang bertugas menjaga hutan yang ketika sebelum pandemi covid cukup ramai dikunjungi. “Sekarang sepi kunjungan, tapi semua tenaga tetap bekerja meski honor hanya sekadarnya,” jelasnya.
Untuk mendukung pengembangan kawasan tambah Sucipto, warga juga merelakan sebagian tanahnya untuk infrastruktur jalan. Hal itu juga untuk mengantisipasi kemacetan ketika upacara (pujawali) di Pura Batukau yang sangat padat dikunjungi umat.
Dikatakan pula, untuk pelestarian hutan ada beberapa kelompok yang melakukan penghijauan di kawasan itu. Namun hanya sebagian yang berhasil. “Kami berharap upaya penghijauan juga dibarengi dengan perawatan agar bisa maksimal hasilnya,” ujar Sucipto.
Dalam kunjungan kerja yang mengangkat tema “Keberadaan Kawasan Hutan Batukaru dalam kaitan dengan UU No.42 Tahun 1999 tentang Kehutanan”, dikatakan keberadaan hutan bagi Bali ke depannya sangat penting.
Apalagi berdasarkan data, luas hutan di Bali baru sekitar 20 persen. Padahal idealnya minimal 30 persen. Di sisi lain juga masih banyak lahan kritis yang perlu dihijaukan.
Untungnya hutan dijaga masyarakat (adat). Ini yang perlu terus dipertahankan agar hutan bisa lebih berguna lagi. “Jadi semangat warga adat untuk melestarikan hutan harus didukung,” tegas mantan Kapolda Bali yang sebelumnya juga mengunjungi Hutan Sangeh Badung. (bas)