Dr. IDG Palguna: Ini Tiga Hal Penting yang Harus Diperhatikan DPD dalam Melaksanaan Tugas Pemantauan dan Evaluasi Ranperda dan Perda
(Dutabalinews.com),Akademisi yang juga mantan Hakim MK Dr. IDG Palguna, S.H.,M.Hum. mengatakan setidaknya ada tiga hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanaan tugas pemantauan dan evaluasi ranperda dan perda oleh DPD (Dewa Perwakilan Daerah).
Tiga hal tersebut yakni, (1) Tugas pemantauan dan evaluasi tersebut harus bertolak dari pertimbangan keseimbangan pemenuhan kepentingan nasional dan nasional. DPD wajib menyuarakan kepentingan daerah secara keseluruhan tetapi tetap harus menempatkannya dalam kerangka kepentingan nasional sebab (secara historis maupun teoretik) DPD adalah bagian integral dari upaya memersatukan bangsa.
(2) Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi ranperda dan perda itu, DPD sangat penting memiliki atau menggunakan instrumen RIA (Regulatory Impact Assessment) dan
(3) DPD sama sekali tidak boleh menunjukkan kedekatan atau preferensi kepada suatu golongan atau kekuatan politik tertentu.
Palguna juga mengingatkan Anggota DPD itu tidak sama dengan Senator yang mewakili kepentingan partai politik tertentu. “Konstituen DPD adalah seluruh penduduk provinsi yang diwakilinya, apa pun preferensi politiknya,” tegasnya.
saat menjadi narasumber pada Temu Konsultasi Pusat-Daerah Badan Urusan Legislasi Daerah Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (BULD DPD RI), Kamis (3/2) di Denpasar.
Temu konsultasi dengan tema “Tantangan dan Peluang Mengawal Produk Legislasi yang Aspiratif” yang dipandu Tim Ahli Nyoman Wiratmaja didampingi Ketut Ngastawa dan Nyoman Baskara
dihadiri Ketua Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) H. Pangeran Syarif Abdurahman Bahasyim, segenap anggota BULD termasuk Dr. Made Mangku Pastika,M.M. selaku tuan rumah (Bali). Sedangkan narasumber lainnya
AA Sujana dari Bapemperda DPRD Prov. Bali, Putu Suarta dari Biro Hukum Setda Prov. Bali), akademisi Dr. Nyoman Subanda,MSi. serta tokoh masyarakat.
Palguna menjelaskan berdasarkan konteks historis dan teoretik DPD (Dewan Perwakilan Daerah) memiliki kewenangan antara lain dapat mengajukan kepada DPR RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat-daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat-daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR untuk ditindaklanjuti.
Sementara itu Ketua BULD DPD RI H. Pangeran Syarif Abdurrahman Bahasyim mengatakan
meskipun memiliki kewenangan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi ranperda, pada hakikatnya DPD tidak terlibat secara teknis dalam proses pembentukan legislasi daerah.
“Kami ingin memfasilitasi dan mempersingkat proses pembentukan perda sehingga daerah segera memiliki payung hukum dalam menyelenggarakan tata pemerintahan di daerah. Rekomendasi yang disampaikan DPD diharapkan dapat membangun sinergi dan harmonisasi Pusat-Daerah,” jelasnya.
Syarif berharap melalui kunjungan kerja ini pihaknya bisa mendapat masukan mengenai pengaturan kewenangan pusat dan daerah dari perspektif daerah, serta pelaksanaan berbagai urusan pemerintahan di daerah.
Anggota BULD dari Bali Dr. Mangku Pastika mengingatkan dengan kewenangan yang dimiliki
perlu berhati-hati agar tak sampai tumpang tindih.
Mantan Gubernur Bali dua periode ini juga berharap agar Provinsi Bali bisa memiliki perda mengenai urusan dan kewenangan, khususnya pembagian keuangan antara provinsi dan kabupaten. Sehingga ada keseimbangan antara kabupaten satu dengan lainnya.
“Yang sekarang ini satu kabupaten mendapatkan PHR begitu besar sedangkan kabupaten lainnya tetap miskin. Mangku Pastika menambahkan
Pemerintah Provinsi Bali sebelumnya juga telah mengajukan Rancangan Undang Undang Provinsi Bali ke DPR yang antara lain isinya mengenai otonomi daerah asimetris untuk beberapa hal. Namun hingga saat ini nasib RUU tersebut belum jelas.
Sedangkan Dr. I Nyoman Subanda dari Undiknas Umiversity mengemukakan penguatan fungsi DPD setidaknya melalui tiga jalur yakni jalur politik, jalur konsolidasi dan jalur partisipasi.
AA Sudiana dari Bapemperda DPRD Bali telah melahirkan 15 perda dan 25 pergub. Sedangkan Putu Suarta mengakui banyak perda yang terdampak dari UU Cipta Kerja.
Dalam sesi tanya jawab salah satu anggota BLUD mempertanyakan nasib perda yang kerap dibatalkan setelah konsultasi di pusat. Padahal biaya sebuah perda itu mahal, bisa sampai Rp500 juta. “Apa tidak sebaiknya dikonsultasikan dulu, baru dibuat produknya. Yang terjadi sekarang, produk sudah jadi baru dikonsultasikan dan akhirnya dibatalkan,” ujarnya.
Dalam temu konsultasi itu juga hadir 16 anggota BULD DPD RI yakni Husain Alting Sjah, HM Syukur, H. Muhamad Gazali, H. Achmad Sukisman Azmy, H. Sukiryanto, Arniza Nilawati, H. Muhammad Nuh, Novita Anakotta, H. Ajiep Padindang, Darmansyah Husein, Evi Zainal Abidin, Bustami Zainudin, Bambang Sutrisno, Muhammad J. Wartabone, M. Sanusi Rahaningmas dan Hasan Basri. (bas)