Global

​Royalti untuk Komersialisasi Karya Cipta Lagu 

KEHADIRAN sederetan musisi-musisi ternama Bali yang telah rekaman secara profesional seperti Gus Teja dan banyak musisi Bali lainnya semakin menyemarakkan kancah permusikan Indonesia, khususnya Bali, dengan karya-karyanya yang fresh dan berwarna. Lantunan lagu dan musik tersebut senantiasa melengkapi ramainya kegiatan pariwisata Bali yang sudah terkenal tidak hanya di tanah air tapi juga kancah internasional.

Oleh karenanya banyak tempat usaha komersial didirikan di berbagai daerah di Bali guna mendukung sektor pariwisata. Pada tempat-tempat pariwisata komersial inilah lagu dan musik Bali tersebut banyak diperdengarkan sebagai penunjang kegiatan usaha.

Lagu dan musik merupakan suatu ciptaan, hasil kreatifitas intelektualitas manusia dalam bidang seni. Dalam proses penciptaannya, sang pencipta mengerahkan seluruh inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi dan bahkan mengorbankan waktu, tenaga serta uangnya.

Kekayaan Intelektual (KI) khususnya Hak Cipta, merupakan ranah hukum yang melindungi secara otomatis suatu ciptaan, seperti salah satunya karya seni yang berupa lagu dan/atau musik Bali, sepanjang ciptaan tersebut diwujudkan dalam bentuk nyata dan original (Pasal 40 ayat (1) huruf d jo. Pasal 1 angka (1) dan (3) Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, selanjutnya disebut UU 28/2014).

Dalam skala nasional perlindungan Hak Cipta ini diberikan melalui UU 28/2014 dan secara internasional melalui berbagai instrumen seperti TRIPS Agreement dan Berne Convention. Secara spesifik dalam hubungan dengan lagu dan/atau musik, pengaturan terkait dengan hak ekonomi serta bagaimana penggunaan secara komersial karya cipta tersebut, telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (PP 56/2021).

Pada dasarnya karya cipta lagu dan/atau musik yang sudah secara nyata dituangkan dalam bentuk rekaman suara, terlepas dari apapun jenis media kekinian-yang dimanfaatkan, tidak boleh digunakan atau digandakan tanpa seizin Pencipta/Pemengang Hak Cipta/Pemilik Hak Terkaitnya.

Perlindungan Hak Cipta sesungguhnya tak berhenti sampai disitu. Peraturannya sendiri sudah sangat jelas menentukan bahwa setiap orang, termasuk pengusaha dalam sektor pariwisata yang berkategori layanan publik bersifat komersial seperti hotel dan restoran, pada dasarnya dapat menggunakan lagu dan/atau musik Bali tersebut dengan ketentuan membayar royalti (imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan), kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan/atau pemilik Hak Terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) berdasarkan perjanjian lisensi setelah sebelumnya melakukan permohonan Lisensi kepada Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait melalui LMKN (Pasal 3 jo. Pasal 9(1) jo. Pasal 10(1) PP 56/2021).

Pertanyaan yang mungkin timbul: apa yang maksud dengan penggunaan secara komersial dalam kaitannya lagu dan/atau masik Bali yang dipergunakan dalam sektor pariwisata? Penggunaan secara komersial ini contohnya adalah ketika lagu dan/atau musik Bali tersebut dimanfaatkan oleh pengusaha restoran dengan tujuan memperoleh keuntungan eoknomi dari berbagai sumber atau berbayar.

Sesungguhnya hukum sudah memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi kreatifitas dan musikalitas lagu dan/atau musik dari para musisi Bali melalui ranah hukum Hak Cipta. Kini tinggal tingkat kesadaran kita semualah baik sebagai masyarakat pengguna, masyarakat pengusaha khususnya dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial, Pencipta dan Pemegang Hak Cipta musik dan/atau lagu, serta pemilik Hak Terkait untuk secara bersama-sama memahami dan mengimplementasikan ketentuan hukum Hak Cipta yang tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait tersebut.

Oleh karenanya perlu dukungan semua lapisan masyarakat untuk berusaha memahami normanya, hukumnya, aturannya. Sesudah itu saling bahu membahu berusaha menjalankan dan/atau mentaatinya untuk kebaikan bersama, untuk kesejahteraan pencipta lagu dan pihak yang memanfaatkannya untuk kepentingan komersial.  *Penulis: Putu Aras Samsithawrati, S.H., LLM. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *