Diskusi “Ngrombo Pengembangan Pariwisata Bali Berkelanjutan, Dr. Mangku Pastika, M.M.: Penting Evaluasi Regulasi Pariwisata
FGD yang dipandu Tim Ahli Nyoman Baskara didampingi Ketut Ngastawa dan Nyoman Wiratmaja menghadirkan narasumber Ida Rsi Mpu Jaya Reksa Dangka Brahmananda (Prof. I Gde Pitana) dan akademisi FH Unud Prof. Dr. IB. Wyasa Putra, M.Hum. FGD juga dihadiri para pelaku, tokoh dan akademisi pariwisata di antaranya Tantowi Yahya, Prof. Sunarta, HPI dan Forkom Desa Wisata.
FGD dibuka Pj. Gubernur yang diwakili Kepala Disparda Bali Tjok. Pemayun pada intinya berharap semua komponen bisa terlibat dan bekerja bersama (ngrombo) agar pariwisata berjalan dengan baik sehingga bisa diwariskan ke anak cucu.
Dalam diskusi mengemuka sejumlah masalah khususnya kemacetan. Ini perlu dicari benang kusutnya. Sebab di tahun 2023 jumlah wisman ke Bali baru 5,3 juta. Jumlah ini masih kalah dengan tahun 2019 silam yang mencapai 6 juta lebih. Saat itu Bali tidak macet seperti sekarang ini. Bila mengacu dengan Singapura yang wismannya 20 juta padahal wilayahnya jauh lebih kecil dari Bali, juga Thailand dan Malaysia yang kunjungannya jauh melampaui Bali, maka perlu dikaji kenapa ini bisa terjadi.
“Penting ada evaluasi regulasi pariwisata saat ini. Kita harus fokus dengan pariwisata, jangan dulu berpaling ke yang lain. Misalnya apa boleh kita batasi ekspansi pembangunan hotel baru. Juga ada standar harga minimal untuk hotel berbintang. Ini kalau kita mau hidup terus dari pariwisata. Sebab Bali ini kecil. Bolehkah kita naikkan tinggi bangunan di kawasan tertentu agar bisa kurangi alih fungsi lahan,” ujar Mangku Pastika.
Tantangan lainnya seperti length of stay yang menurun, soal sampah dan
kriminalitas yang tidak bisa dianggap enteng. “Saat saya Gubernur, untuk keamanan ini bahkan ada polisi pariwisata. Ini agar turis bisa aman dan nyaman. Jadi harus ada sistem keamanan berstandar internasional,” jelas mantan Kapolda Bali ini.
Menghadapi semua masalah ini tentu tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Stake holder pariwisata dan pelaku lainnya harus ikut berpartisipasi ‘ngrombo’. “Harus ada langkah nyata pelaku pariwisata untuk menjaga Bali,” tegas Mangku Pastika.
Ketua NCPI (Nawa Cita Pariwisata Indonesia) Bali Agus Maha Usadha dalam sambutan pembuka FGD mengatakan pada 2023 kunjungan wisman memang meningkat tipis dari target 2023. Namun tantangan yang dihadapi makin kompleks. Bukan hanya kemacetan, sampah, juga banyaknya pungutan yang menjadi cost tambahan bagi wisatawan. “Ini perlu diimbangi dengan perawatan lingkungan Bali agar turis merasa nyaman dan aman,” ujarnya.
Prof. Pitana mengatakan berbagai masalah yang terjadi tidak terlepas dari pengaturan sehingga terjadi kemacetan, infrastruktur dan persebaran.
Akademisi Unud ini juga heran kenapa pariwisata Bali yang begitu gemerlap, namun banyak warganya miskin dan menganggur. “Dimana peran pariwisata bagi masyarakat. Kita juga masih lemah soal kepastian hukum,” ujarnya.
Akademisi Prof. I.B.Wiyasa Putra mengingatkan problem pariwisata seperti kemacetan yang terjadi ini perlu diidentifikasi. Sebab hanya terjadi di jam tertentu dan wilayah tertentu. Jadi tidak permanen. Prof. Wiyasa juga mengingatkan ancaman fase chaotic pariwisata.
Tantowi Yahya selaku Presiden Komisaris Kura Kura Bali mengatakan Bali sudah sangat berubah. “Ketika tahun 86 saya ke sini semuanya lancar. Sekarang kita berhadapan dengan kemacetan, polusi yang tinggi. Budayanya juga berbeda. Mereka hanya melihat kostum SDM, musiknya sudah memakai full electronic. Ruang terbuka hijau juga makin sedikit,” jelasnya.
Ketua HPI Bali Nyoman Warka bahkan mengatakan Bali kecolongan terkait kemacetan yang terjadi jelang akhir tahun. “Perlu manajemen mitigasi, proteksi budaya. Seperti apa sesungguhnya quality tourism yang sering diwacanakan selama ini,” ujarnya. Akademisi Unud Prof. Sunarta mengingatkan Bali harus punya sikap, pariwisata apa yang mau dibangun. (bas)