Ekonomi & Bisnis

Transaksi Tunai dan Non Tunai Melonjak Sepanjang Tahun 2023

(Dutabalinews.com), Sepanjang tahun 2023, jumlah kebutuhan uang di Provinsi Bali meningkat sebesar 7,1% (yoy) yakni dari Rp12,8 triliun di tahun 2022 menjadi Rp13,7 triliun di tahun 2023. Kenaikan kebutuhan uang tahun 2023 salah satunya berasal dari momentum Hari Raya Natal dan akhir tahun 2023 yang mencapai Rp2,8 triliun atau meningkat sebesar 18,0% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2022 yang mencapai Rp2,4 triliun.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja dalam keterangannya Rabu (10/1/2024) di Denpasar menyampaikan bahwa peningkatan kebutuhan uang selama 2023 sejalan dengan membaiknya perekonomian di Provinsi Bali serta pencairan Bantuan Langsung Tunai (BLT) ke masyarakat.

Pulihnya ekonomi Bali seiring dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan baik wisatawan nusantara (wisnus) maupun wisatawan mancanegara (wisman) ke Pulau Dewata.

Erwin menambahkan berdasarkan data BPS, pada periode Januari – November 2023, jumlah kunjungan wisman ke Bali sebanyak 4,8 juta orang atau meningkat signifikan sebesar 169,4% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2022 yang mencapai 1,8 juta orang.

Sejalan dengan itu, transaksi non tunai di Bali juga mengalami peningkatan selama tahun 2023. Penggunaan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) menunjukkan lonjakan yang signifikan, baik dari sisi jumlah/volume maupun nominal transaksi. Volume transaksi kartu ATM/Debet meningkat 11,6% (yoy) dari Rp144,1 triliun pada Januari – November 2022 menjadi Rp152,9 triliun pada Januari – November 2023.

Di samping itu, tambah Erwin volume transaksi Kartu Kredit juga meningkat 23,6% (yoy) dari 4,6 triliun pada Januari- November 2022 menjadi 5,7 triliun transaksi pada Januari – November 2023.

Sementara itu, dari sisi nominal, transaksi kartu ATM/Debet meningkat 10,0% (yoy) dari Rp150,9 triliun pada Januari-November 2022 menjadi Rp166 triliun pada Januari – November 2023. Selain itu, nominal transaksi Kartu Kredit meningkat 38,7% (yoy) dari Rp4,2 triliun pada Januari- November 2022 menjadi Rp5,8 triliun pada Januari – November 2023.

Dari sisi kanal QRIS, pada November 2023 pengguna QRIS di Bali meningkat 60,1% (yoy) dari 612 ribu pengguna pada November 2022 menjadi 980 ribu pengguna pada November 2023. Merchant QRIS di Bali turut meningkat 42% (yoy) dari 556 ribu merchant pada November 2022 menjadi 789 ribu merchant pada November 2023.

Baca Juga :   Sambut Galungan, LPD Kebon Serahkan Bantuan 100 Paket Daging Babi

Transaksi QRIS juga meningkat baik dari sisi jumlah maupun nominal transaksi. Volume transaksi QRIS meningkat signifikan sebesar 141,0% dari 16,0 juta transaksi pada Januari – November 2022 menjadi 38,6 juta transaksi pada Januari – November 2023.

Selain itu, nominal transaksi QRIS juga melonjak drastis sebesar 214,5% dari Rp1,8 trilliun pada Januari – November 2022 menjadi Rp5,6 trilliun pada Januari – November 2023. Transaksi non tunai Bali pada Desember 2023 diperkirakan juga akan meningkat sejalan dengan perayaan Natal dan Tahun Baru 2024.

Lebih lanjut, Erwin menegaskan bahwa sesuai amanat UU No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Bank Indonesia menekankan pentingnya kewajiban penggunaan Uang Rupiah baik tunai maupun non tunai dalam bertransaksi termasuk pula pencantuman (kuotasi) nilai Rupiah pada harga barang dan jasa yang ditawarkan. Di samping itu, untuk menjaga kenyamanan dan keamanan dalam bertransaksi baik tunai maupun non tunai, Bank Indonesia menghimbau masyarakat untuk:

a. Selalu meneliti uang yang diterima dengan 3D, yaitu Dilihat, Diraba dan Diterawang, agar terhindar dari kerugian uang palsu,

b. Selalu merawat uang rupiah dengan 5J, yaitu Jangan Dilipat, Jangan Dicoret, Jangan Distapler, Jangan Dibasahi dan Jangan Diremas, agar uang selalu dalam kondisi baik, serta

c. Berhati-hati dalam bertransaksi baik secara tunai maupun non tunai dengan selalu menjaga kerahasiaan informasi pribadi seperti username dan password, PIN, serta kode OTP (one time password).

Karena itu, Erwin mengajak seluruh merchant dan pelaku ekonomi untuk terus menerapkan kewajiban penggunaan Rupiah, termasuk dalam pencantuman harga barang dan/atau jasa. (ist)

Berikan Komentar