PMM dan Rapor Pendidikan: Transformasi Digital yang Mengubah Wajah Pendidikan Indonesia
(Dutabalinews.com), Kehadiran teknologi digital, seperti Platform Merdeka Mengajar (PMM) berhasil membantu lebih dari 4 juta tenaga pendidik dalam meningkatkan kompetensi mengajar yang sesuai dengan kebutuhan murid. Di sisi lain, Rapor Pendidikan telah membantu lebih dari 80 persen kepala sekolah dalam merencanakan pembenahan sekolah yang lebih efisien. Melalui pengembangan selama lima tahun terakhir, ekosistem teknologi yang saat ini telah dikembangkan berfokus untuk mengembangkan kemampuan guru dan pendamping sehingga dapat mengajar murid dengan lebih baik. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Iwan Syahril, pada sesi Deep Dive 1: “PreK12 Tech Ecosystem: Empowering Educational Actors and Revolutionizing Learning Culture” di hari pertama penyelenggaraan Gateways Study Visit Indonesia (GSVI) 2024.
Iwan menyoroti bahwa selama pandemi Covid-19, Indonesia menempati posisi kedua secara global sebagai negara yang mengalami kehilangan pembelajaran (learning loss) sebanyak 644 hari. Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengintervensi transformasi pendidikan melalui Merdeka Belajar, yang membawa visi untuk menciptakan pemelajar sepanjang hayat (lifelong learners) berkarakteristik baik dan berdasar pada ideologi Pancasila.
“Untuk itulah kami membuat perubahan radikal dalam pendekatan terhadap teknologi. Pertama, teknologi harus menjadi bagian dalam desain program bukan sekadar adisionalitas (after thought). Kami juga mengutamakan kepentingan pengguna, baik dari sisi kualitas, kinerja, aplikasi yang dapat diandalkan, serta desain yang mudah digunakan. Pengguna perangkat paling sederhana pun dapat mengakses aplikasi kami. Terakhir, tentunya tim berkualitas terdepan yang bekerja tanpa henti untuk terus mengembangkan sistem ini,” urai Iwan.
Iwan menambahkan, saat ini ada 4,3 juta pengguna aktif PMM, dengan partisipasi 7 kali lipat meningkat dibanding 2019. Dari angka tersebut, 52 persen pengguna berada di wilayah pedesaan, dengan total 144.000 komunitas di seluruh Indonesia. Selain itu, saat ini sudah ada 1,3 juta bahan ajar yang diunggah guru ke dalam PMM.
“Yang menjadi daya ungkit, atau yang kami sebut hockey stick growth, adalah ketika kami memfasilitasi komunitas untuk berbagi (community sharing) pada PMM di Juli 2022. Di sini kami melihat bahwa sesungguhnya guru dan kepala sekolah senang belajar dari satu sama lain. Selain itu, kebijakan yang tidak menjadikan adopsi ini sebagai kewajiban, juga menjadikan minat pengguna terus meningkat,” lanjut Iwan.
Pun demikian, capaian positif ini tidak muncul serta-merta. Kemendikbudristek, yang mengombinasikan antara teknologi dan pendidikan dalam payung Merdeka Belajar, menunjukkan agar ekosistem teknologi digunakan oleh guru, kepala sekolah, hingga kepala dinas sebagai agen perubahan. Maka itu, perubahan kerangka berpikir dan proses adaptasi teknologi dari para aktor pendidik juga menjadi salah satu faktor penentu utama.
Kepala SDN 066 Pekkabata, Sulawesi Barat, Erniwati, menyatakan, “Rapor Pendidikan bagai kompas bagi saya dalam tiga tahun menjabat sebagai kepala sekolah. Awalnya tata sekolah tidak dapat merepresentasikan tujuan satu tahun ke depan karena tidak ada data tentang kondisi riil di sekolah kami. Dengan hadirnya aplikasi berbasis teknologi Rapor Pendidikan ini, saya bisa bisa melihat capaian siswa saya dalam data literasi dan numerasi, sehingga perencanaan pun dapat dibuat berbasis data. Bahkan gambaran karakter siswa dan iklim pendidikan saya yang selama ini adalah konsep abstrak di kepala saya, sekarang muncul sebagai data riil.”
Cerita berbeda dibagikan oleh Kepala Dinas Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Kholid, yang dalam perannya sehari-hari banyak bersinergi dengan para kepala sekolah untuk pengembangan kapasitas pendidikan di Kabupaten Pekalongan. Sebelumnya kompleksitas evaluasi, perencanaan, dan implementasi program-program untuk peningkatan kualitas sekolah ini membebani mereka. Namun seiring dengan keberadaan Rapor Pendidikan, proses pemetaan akar masalah hingga pencarian solusi ini berjalan lebih mudah karena otomatis tersaji di platform tersebut, usai data-data terisi.
“Awalnya jelas sulit dalam mengatur tata kelola sekitar 1.400 satuan pendidikan di Kabupaten Pekalongan dengan kondisi geografi yang mencakup gunung, darat, hingga pesisir yang berbeda konteks. Semula untuk mendapatkan laporan situasi, kami membutuhkan waktu berminggu-minggu hingga satu bulan. Intervensi teknologi memangkas proses ini, bahkan laporan dapat kami terima dalam satu hari saja, tanpa memerlukan interaksi langsung. Dampak terhadap ekosistem pendidikan pun menjadi sangat besar, di mana kami bisa memfokuskan penggunaan sumber daya kami dalam membentuk tim yang terdiri dari 2-3 orang untuk mendampingi sekolah-sekolah berdasarkan pemetaan masalah dan situasi,” jelas Kholid.
Sepanjang sesi pertemuan, delegasi yang datang dari 20 negara baik dari wilayah Asia, Afrika, hingga Eropa, aktif terlibat berdiskusi. Beberapa perwakilan delegasi juga turut menyampaikan apresiasinya terhadap inisiatif yang dijalankan Kemendikbudristek, yang dianggap mampu memberikan solusi pada sebuah ekosistem pendidikan yang kompleks seperti Indonesia. Menutup sesi, Iwan menegaskan ketika teknologi, kebijakan, serta program dapat berjalan berdampingan secara selaras, maka perbaikan pada akses, transparansi dan aksi dapat terlaksana dengan baik.