Global

Eceng Gondok: Agen Bioremediasi Potensial Menjaga Ekosistem Perairan

(Dutabalinews.com), Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan wilayah yang memiliki kawasan perairan luas yang meliputi perairan laut dengan luas mencapai 3.257.357 km2 dan perairan umum daratan seluas 13,85 juta ha. Berdasarkan luasan yang ada Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah salah satunya berada di perairan umum daratan yang tersebar diseluruh kawasan Indonesia. Jika didefinisikan Menurut PERMEN-KP Tahun 2015 Tentang Kawasan Pengelolaaan Perikanan Prairan Umum Daratan Negara Republik Indonesia perairan umum daratan adalah perairan yang bukan milik perorangan yang diukur mulai dari garis pasang surut terendah air laut ke daratan.

Kawasan perairan umum daratan ini meliputi sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan pembudidaya ikan yang potensial di wilayah Republik Indonesia. Ekosistem perairan umum daratan merupakan kawasan yang menjadi habitat ataupun tempat hidup berbagai macam organisme perairan darat. Tercatat lebih dari 1.200 jenis ikan air tawar yang merupakan salah satu kekayaan sumber daya alam yang kita miliki. Bukan hanya ikan, tumbuhan, hewan sekitar seperti burung dan mikroorganisme lainnya juga menjadi penghuni dan membentuk suatu ekosistem di perairan umum daratan sehingga kawasan tersebut menjadi kaya. Berdasarkan kekayaan hayati yang dimiliki hal tersebut manusia juga ikut andil kedalam pemanfaatan sumber daya yang ada. Biasanya pemanfaatan sumber daya tersebut dilakukan untuk peningkatan ekonomi masyarakat serta utamanya digunakan sebagai bahan pangan.

Pemanfaatan sumber daya harus dilakukan secara optimal, akan tetapi masih banyak kekayaan alam yang over eksploitasi atau bahkan ada beberapa yang belum termanfaatkan secara baik dan benar. Selain itu banyak masyarakat yang melakukan kegiatan di daerah perairan umum seperti mandi, mencuci baju, memancing dan berbagai aktivitas lainnya. Kegiatan wisata juga sering dilakukan pada kawasan perairan darat seperti danau dan sungai karena memilki ciri khas ekosistem yang unik. Kegiatan budidaya perikanan juga banyak dilaksanakan pada danau ataupun sungai. Akan tetapi berbagai kegiatan yang dilaksanakan seringkali berdampak buruk terhadap ekosistem yang ada.

Baca Juga :   Ditipu Miliaran Rupiah, Iin Malonda Minta Bantuan Panglima Hukum Togar Situmorang

Pencemaran merupakan salah satu dampak buruk yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Pencemaran perairan adalah masuknya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran tersebut disebabkan oleh beberapa faktor dan sektor yang ada ataupun bergerak di sekitar kawasan perairan darat. Aktivitas diluar sungai atau danau seperti sektor pertanian dalam menggunakan aplikasi pupuk kimia dan pestisida yang dapat mempengaruhi perairan sekitar karena kuantitas yang dipakai seringkali melebihi dosis dan beberapa komponen yang ada akan diangkut oleh aliran air hujan sehingga terbawa hingga ke daerah sungai atau danau.

Pestisida dan pupuk kimia yang terbawa dapat merusak ekosistem perairan. Salah satu permasalahan paling umum yang terjadi di sekitar badan air yang dekat dengan lahan pertanian adalah eutrofikasi. Menurut Simbolon A., 2016 Eutrofikasi adalah pencemaran perairan yang disebabkan karena terdapat konsentrasi nutrient yang berlebihan di perairan. Ahli lain juga menyebutkan bahwa eutrofikasi adalah suatu peristiwa pengayaan unsur hara tanaman dengan air permukaan. Akibatnya terjadi ledakan alga atau yang biasa disebut blooming fitoplankton yang dapat terlihat di permukaan badan air.

Blooming fitoplankton ini akan menyebabkan menurunnya tingkat oksigen terlarut di dalam perairan tersebut sehingga akan menimbulkan masalah bagi organisme perairan lainnya. Selain aktivitas dalam sektor pertanian aktivitas budidaya perairan juga menjadi salah satu penyebab terjadinya eutrofikasi apabila kuantitas keramba melebihi batas maksimum yang dapat ditampung oleh kawasan tersebut, nutrient dihasilkan dari kotoran ikan dan pakan yang diberikan. Seiring pertumbuhan penduduk yang semakin pesat, aktivitas manusia utamanya didaerah aliran sungai semakin mengkhawatirkan pembuangan limbah rumah tangga ataupun industri ke perairan umum atau dalam kasusnya pada daerah aliran sungai juga mempengaruhi kualitas air dan meningkatkan resiko pencemaran perairan.

Secara alamiah sistem perairan dapat melakukan proses self purification, namun apabila kandungan senyawa organik sudah melampaui titik maksimum, maka akumulasi bahan organik dan pembentukan komponen atau senyawa – senyawa toksik di perairan tidak dapat dikendalikan. Maka dari itu perlunya metode bioremediasi untuk mengatasi hal tersebut. Bioremediasi merupakan suatu proses biologi untuk merehabilitasi lingkungan yang tercemar dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme untuk mendegradasi bahan pencemar berbahaya untuk menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan dari tanah, lumpur, air tanah atau air permukaan sehingga lingkungan tersebut kembali bersih dan kembali pada kondisi alaminya.

Baca Juga :   Sebelum Diisolasi ke Rutan Bangli, 20 Terpidana Jalani Rapid Tes

Menurut Firdaus dan Santriyana (2012), bioremediasi merupakan suatu proses teknologi yang bersifat biologi, dengan memanfaatkan tumbuhan hijau ataupun mikroorganisme yang berasosiasi, untuk mengurangi polutan lingkungan yang disebabkan oleh bahan pencemar atau polutan. Salah satu organisme yang dapat digunakan untuk bioremediasi adalah eceng gondok (Eichhornia crassipes). Tumbuhan eceng gondok merupakan salah satu tumbuhan air yang memiliki kemampuan untuk menstabilkan lingkungan perairan yang tercemar yag disebabkan oleh berbagai zat pencemar perairan. Eceng gondok merupakan tumbuhan palenial dari famili Fontederiaceae yang tempat hidupnya mengapung di perairan terbuka.

Eceng gondok hidup di perairan tawar yang tidak memiliki batang dan memiliki tinggi sekitar 0.4-0.8 meter. Jika dilihat dari morfologinya eceng gondok memiliki daun berbentuk oval berwarna hijau dan licin, bunga serta biji. Akar eceng gondok merupakan akar serabut dan dapat berkembang biak secara generative maupun vegetative. Tanaman ini berkembang secara cepat, tumbuhan baru terbentuk dari tunas baru yang tumbuh pada bagian ketiak daun dan membesar. Karangan tanaman yang berbentuk bulir bertangkai panjang banyak digunakan dalam mengolah air buangan karena memiliki kemampuan pengolahan air dengan tingkat efisiensi yang tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian Djaenudin tahun 2006 terkait efektifitas penggunaan tanaman ini dalam menurunkan konsentrasi ammonia dalam kurun waktu 10 hari sebesar 81%. Tanaman eceng gondok mampu menyerap berbagai jenis anion, ion logam dan senyawa organik di perairan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menguji efektifitas bioremediasi eceng gondok terhadap perairan.

Tumbuhan yang memiliki ukuran lubang stomata dua kali lebih besar dari tanaman lain ini, dalam hasil penelitian Ratnani et al. (2011) menyatakan bahwa kualitas air yang tercemar akibat limbah cair tahu dapat diperbaiki dari komponen COD, pH, warna air, serta bau. Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Rukmi et al. (2013), juga membuktikan bahwa tanaman ini dapat menurunkan kadar detergen, BOD, dan COD pada air limbah laundry. Menurut Bahtiar dan Hidayat (2019) tanaman eceng gondok cukup baik dalam menyerap pencemaran limbah minyak mentah yaitu mampu menurunkan nilai NH3, pH, minyak dan lemak. Terkait logam berat eceng gondok dapat menyerap merkuri, kadmium, timbal, dan arsenik dari air tercemar, Tanaman ini juga dapat menyerap polutan organik seperti pestisida, herbisida, dan minyak serta dapat menyerap nutrien berlebih seperti nitrogen dan fosfor dari air, yang dapat menyebabkan eutrofikasi. Bioremediasi menggunakan eceng gondok melalui proses penyerapan dan akumulasi melalui akar dan daunnya, detoksifikasi melalui proses metabolisme tumbuhan serta melakukan proses biodegradasi terhadap beberapa polutan organik. Pengaplikasian eceng gondok untuk bioremediasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, tergantung pada jenis dan tingkat pencemarannya seperti penggunaan sistem kolam terapung , sistem kolam terendam dan sistem biofilter. Tentunya proses bioremediasi dengan menggunakan eceng gondok memiliki beberapa tahapan yaitu analisis terkait dengan tingkat dan bahan pencemar, persiapan, penanaman, monitoring, pemanenan dan pembuangan.

Baca Juga :   Made Rentin: Pramuka Kwarda Bali Siap Menjadi Duta QRIS

Ditulis oleh: Ni Putu Ayu Wijayanti

Berikan Komentar