Mahasiswa Agribisnis Unud Belajar Strategi Pemasaran Produk Pertanian untuk Pariwisata dari Ahli Perancis
(Dutabalinews.com), Sebanyak 310 mahasiswa Prodi Agribisnis Fakultas Peretanian Unud mengikuti kuliah tamu dengan tema Tourism Marketing of Agricultural Products, di Aula Pasca Sarjana Unud, Jumat (25/10) malam. Kuliah tersebut menghadirkan ilmuwan pariwisata asal Perancis Prof. Christine PETR selaku dosen tamu dan diikuti dengan riang gembira oleh mahasiswa yang sedang menempuh Mata Kuliah (MK) Pengembangan Agrowisata. Antusiasme mahasiswa yang sangat tinggi terbukti sebagian mahasiswa mesti mengikuti kuliah tamu dengan lesehan karena keterbatasan tempat duduk yang tersedia.
Kuliah tamu dimoderatori Koordinator Pengampu MK Pengembangan Agrowisata Prof. Dr. Ir. IGA Oka Suryawardani, M.Mgt., Ph. D atau Prof. Gung Dani)dan dihadiri anggotanya Dr. I Made Sarjana, S.P., M.Sc. Sejumlah mahasiswa mengaku sangat bangga dan senang bisa belajar agrowisata dari ahli pariwisata asal Eropa tersebut. Alasannya, mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris dan juga mendapat gambaran yang lebih kongkrit aktivitas dan pengelolaan agrowisata di negara lain. Pemasaran produk-produk pertanian ke sektor usaha pariwisata diyakni menjadi salah satu solusi mengatasi produksi pertanian berlebih dan upaya meningkatkan pendapatan atau kesahteraan petani.
Prof. Christine memaparkan ada empat prinsip yang berkaitan dengan pemasaran produk pertanian pada sektor pariwisata. Pertama, petani harus memahami jenis dan kualitas produk yang diharapkan wisatawan. selanjutnya, petani dalam menyediakan produknya harus mampu beradaptasi terhadap kebiasaan dan kemampuan daya beli konsumen. Menetapkan segmentasi pasar yang jelas, dan mampu menghasilkan dan menawaran yang berbeda sehingga memiliki daya saing tinggi. “Offer is more than tangible assets,” jelas Prof. Christine. Selanjutnya, Prof. Gung Dani mengelaborasi bahwa pemasaran produk pertanian agar memiliki nilai tambah yang cukup tinggi, maka produk yang ditawarkan tidak semata-mata jumlah dan ukuran (kemasan) fisik, namun jika mampu digali story (cerita) dan pengalaman dalam mengkonsumsi bagi wisatawan maka wisatawan siap membayar produk pertanian dengan harga yang lebih mahal.
Dicontohkan, produk pertanian yang dipasarkan mengandalkan fisik semata berupa beras, kopi, coklat, buah-buahan atau sayur mayur. Ada juga produk pertanian yang dijual berkaitan dengan ketrampilan khusus petani dan nilai-nilai sejarah seperti bagaimana petani membajak sawah menggunakan alat batu kerbau/sapi, kelas memasak (cooking class), serta sistem subak di Bali yang diakui sebagai warisan budaya dunia UNESCO. Contoh ini juga berkaitan dengan upaya pelestarian budaya dan lingkungan serta upaya menjaga keberlanjutan pertanian. Cara pemasarn produk pertanian yang lain, lanjut Prof. Christine< melalui pengembangan pariwisata perdesaan dan agrowisata. Pengembangan agrowisata dapat ditonjolkan dalam perspektif ethno tourism yang memberi ruang kepada wisatawan belajar sistem sosial ekonomi masyarakat pertanian yang berkembang secara turun temurun menopang peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sementara itu Prof. Gung Dani menegaskan pihaknya menghadirkan dosen tamu untuk memberikan wawasan yang lebih mendalam bagaimana menciptakan peluang pasar produk pariwisata di sektor pariwisata. “Perlu adanya kolaborasi antar pemangku kepentingan, agar pengembangan agrowisata dapat berjalan optimal di Bali,” tegas Dosen Prodi Agribisnis itu. Ditambahkan, pemerintah selaku pemangku kepentingan yang menggodok kebijakan pertanian harus proaktif membantu petani. Caranya, pemerintah harus menghasilkan kebijakan produksi pertanian, kebijakan harga, proteksi lingkungan pertanian (penyusunan RTRW dan RDTR), serta membantu promosi produk pertanian secara berkelanjutan. (ist)