Pansus TRAP DPRD Bali Temukan Pelanggaran Serius di Kawasan Warisan Dunia Jatiluwih
(Dutabalinews.com), Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, I Made Supartha,SH,MH mengatakan, terkait pelanggaran yang terjadi di kawasan Jatiluwih, Kabupaten Tabanan ada belasan usaha. Mereka terbukti melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2023 tentang RTRW Kabupaten Tabanan.
“Pelanggaran mencakup alih fungsi lahan sawah dilindungi (LSD), pembangunan di area lanskap budaya UNESCO, serta kerusakan integritas visual kawasan Jatiluwih,” ungkap Supartha, Jumat (19/12).
Menurut Supartha, pelanggaran tersebut berpotensi serius karena dapat mengancam status Jatiluwih sebagai Warisan Budaya Dunia.
Selain itu, menurunkan nilai keaslian kawasan, kondisi ini juga merugikan petani, serta membuka risiko sanksi internasional dari UNESCO.
“Perlindungan kawasan Warisan Budaya Dunia bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga tanggung jawab moral kita kepada generasi mendatang dan komunitas internasional,” kata politisi PDIP asal Tabanan ini.
Ia menegaskan, pengawasan yang dilakukan Pansus TRAP bukanlah upaya menghambat investasi, melainkan memastikan pembangunan berjalan sesuai koridor pelestarian budaya dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat lokal. Apalagi, Jatiluwih telah menyandang status Warisan Budaya Dunia sejak 2012.
Ia mengingatkan proses meraih pengakuan UNESCO membutuhkan perjuangan panjang. Jika pembangunan tidak terkendali, status tersebut dapat dicabut.
“Mari jaga bersama, jangan malah sumber daya tarik ini rusak, nanti dicabut status Warisan Budaya Dunianya oleh UNESCO. Kita rugi semua,” tegas Supartha yang juga Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali ini.
Sebagai bagian dari solusi, Pansus TRAP DPRD Bali tengah mengkaji konsep penataan yang mampu mengharmonikan pelestarian sawah dengan kesejahteraan masyarakat.
Di antaranya melalui pengembangan rumah penduduk menjadi homestay berstandar internasional, restoran kuliner lokal yang higienis, serta penguatan wisata berbasis aktivitas pertanian seperti panen padi, membajak sawah, hingga menangkap belut.
Selain itu, Supartha menegaskan masih terdapat ruang terbatas untuk pembangunan di kawasan Warisan Budaya Dunia sesuai aturan.
Ia menyebutkan adanya batasan bangunan berukuran 3 x 6 meter yang dapat dimanfaatkan sebagai kios usaha kecil untuk menjual produk lokal seperti kopi atau jajanan Bali tanpa merusak sawah.
“Kami ingin Jatiluwih tetap menjadi ikon dunia. Sawahnya lestari, budayanya hidup, rakyatnya sejahtera,” terang Made Supartha. Ditambahkan, Pansus TRAP juga menekankan pentingnya dukungan konkret bagi petani sebagai penjaga utama sistem subak.
Sejumlah skema dukungan tengah digodok, mulai dari bantuan sarana produksi pertanian, jaminan pemasaran hasil panen, keringanan pajak, hingga asuransi pertanian agar produksi tetap terjaga sesuai konsep Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dan LP2B.
“Kami juga membuka peluang agar pemilik lahan dapat mengakses program pemerintah lainnya, termasuk beasiswa pendidikan satu keluarga satu sarjana yang menjadi program Gubernur Bali Wayan Koster,” pungkasnya. (sus)
