Kasus Tanah, Zainal Tayeb Dituntut Tiga Tahun Penjara
Tim JPU yang dikomandani Imam Ramdhoni dalam tuntuannya di muka sidang pimpinan I Wayan Yasa menyatakan terdakwa Zainal Tayeb terbukti bersalah sebagaimana dimaksud dalam Pasak 266 ayat (1) KUHP.
Amar tuntutan jaksa menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana menyuruh menempatkan keterangan palsu kedalam sesuatu akte autentik yang dalam mempergunakannya dapat mendatangkan kerugian.
“Memohon kepada majelis hakim agar menghukum terdakwa Zainal Tayeb dengan pidana penjara selama tiga tahun potong masa tahanan,” sebut jaksa dalam tuntutannya.
Sebelum sampai pada amar tuntutan, jaksa terlebih dahulu mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringkan. Yang memberatkan terdakwa tidak mengakui perbuatannya, terdakwa tidak koperatif dalam memberikan keterangan.
Sedangkan hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan selama persidangan, terdakwa merupakan tulang punggung keluarga dan sudah berusia 65 tahun.
Atas tuntutan itu, tim kuasa hukum terdakwa yang dimotori Syahmila Tayeb langsung menyatakan mengajukan pembelaan. “Kami langsung memohon kepada majelis hakim untuk mengajukan pembelaan,” kata pengacara yang akrab disapa Mila ini.
Menariknya lagi, majelis hakim hanya memberi waktu dua hari kepada kuasa hukum terdakwa dalam menyusun pembelaan. Sementara JPU sebelumnya diberi waktu seminggu dalam menyusun surat tuntutan. Tapi soal ini ditanggapi santai olah Mila. Dikatakanya, meski hanya diberi waktu dua hari, pihaknya tetap berusaha menyelesaikan pembelaan. “Andai kata waktu dua hari belum cukup, ya kami minta lagi waktu kepada majelis hakim,” tandasnya.
Ditanya soal apa yang akan dititikberatkan dalam pembelaan nanti, Mila mengatakan ada beberapa hal yang tertuang dalam tuntutan jaksa yang dianggap tidak benar. Misalnya soal 8 sertifikat tanah yang tercantum dalam akta nomor 33.
Menurut Mila, seharusnya untuk mengetahui luas tanah dalam 8 sertifikat itu tidak bisa hanya menggunakan hitungan matematika. “Kalau mau mengetahui luas tanah, harusnya dilakukan pengukuran ulang bukan menghitung secara matematika seperti yang terjadi sekarang ini,” ungkapnya.
Dikatakan pula, yang menjadi objek dalam perkara ini adalah Ombak Luxury Residence. “Maksudnya di sini yang menjadi objek itu harus dilakukan pengukuran ulang karena itu tadi yang menjadi objek dalam perkara ini adalah Ombak Lecturing Residence,” tegasnya. (eli)