Sanghyang Siksa Kandang Karesian: Ajaran Luhur Sunda Kuno untuk Manusia Modern

(Dutabalinews.com), Apresiasi Buku “Sanghyang Siksa Kandang Karesian: Menjadi Manusia Visioner” yang ditulis Anand Krishna digelar pada Sabtu, 8 November 2025 di Gedung Balai Penjaminan Mutu Pendidikan Renon, Denpasar. Tampil sebagai pembicara pada acara yang dihadiri ratusan peserta dari berbagai kalangan itu yakni Ida Pandita Agung Putra Nata Siliwangi Manuaba, Sulinggih dari Tanah Sunda, Dr. I Gusti Putu Sudarta, SSP., M.Sn., Dalang dan Dosen ISI Bali dan Made Edy Suparyasa, S.T., Perencana Kota. Acara dipandu Dian Martin, S.T. selaku Ketua Asosiasi Artificial Intelligence Indonesia.

Sebagai pembicara pertama, Dr. I Gusti Putu Sudarta, SSP., M.Sn., Dalang dan Dosen ISI Bali menceritakan pengalaman pertama sekitar tahuan 1990-an dengan Guruji Anand Krishna melalui buku Kehidupan, Panduan untuk meniti Jalan ke Dalam Diri, berlanjut dengan beberapa buku lain, sampai akhirnya bertemu langsung dengan Guruji dan sering hadir dalam kegiatan di Anand Ashram.

Menurutnya, Buku Guruji Anand Krishna ini sangat ringan, mudah dibaca, namun dalam pengamalan keseharian membutuhkan upaya yang berat. Buku Sanghyang Siksa Kandang Karesian merupakan sebuah mata kuliah dasar untuk menyelami kehidupan, namun tidak bisa dibaca hanya dengan pikiran tetapi harus melampaui pikiran, yakni dibaca dengan hati.

Sedangkan Ida Pandita Agung Putra Nata Siliwangi Manuaba, Sulinggih dari Tanah Sunda, sebagai pembicara kedua, mengatakan seorang Resi, seorang visioner, adalah mereka yang mampu melaksanakan Trikaya Parisuda, berpikir, berkata dan bertindak mulia, apapun profesinya, apakah seorang dokter, ahli hukum atau profesi lainnya.

“Saat ini bangsa kita telah kehilangan atau melupakan identitasnya yakni budaya luhur, dan lebih terpesona dengan budaya luar yang tidak sesuai dengan jatidiri bangsa,” ungkapnya. Ida Pandita juga mengingatkan selama ratusan tahun belakangan ini telah terjadi degradasi moral yang mempengaruhi identitas bangsa. Bahkan sebagian identitas bangsa sudah hilang. Yang terjadi saat ini justru berkembang budaya luar. “Jadi perlu langkah-langkah untuk mengembalikan budaya kita,” ungkapnya.

Dikatakan dalam ‘Sanghyang Siksa Kandang Karesian’ diajarkan perilaku, bukan sekadar wacana. Jadi jalankan dalam bentuk aktual. Menurutnya semua ajaran leluhur ada di Bali. Kehadiran Rsi harus memberi contoh dan teladan kepada umat. Tidak boleh ada transaksi dan komersial. “Kalau sudah transaksi maka dia bukan seorang rsi lagi. Tuhan hadir dalam segala bentuk. Seorang Rsi adalah seorang visioner, bisa melihat ke depan. Seorang visioner mampu melihat kebenaran sejati,” jelasnya.

Baca Juga :  Kisah Harapan dan Keterasingan dalam Single Terbaru Octav Sicilia

Sementara itu, Made Edy Suparyasa, S.T., wakil Ketua Yayasan Anand Ashram mengatakan, lewat buku Sanghyang Siksa Kandang Karesian kita semua dibimbing untuk membangkitkan kesadaran dalam diri, sebagai sarana untuk pemberdayaan diri dan memunculkan kekuatan dalam diri yaitu kekuatan kasih yang satu adanya.

Selanjutnya Ida Pandita Mpu Putra Bhirudaksa Yaksa Acharya Manuaba (Irjen Pol. (Purn) Drs. Ketut Untung Yoga, S.H., M.M.), mengatakan, dari sekian banyak penulis, tak banyak yang menulis Snghyang Siksa Kandang Karesian ini dan menggali nilai-nilai luhur yang ada di Nusantara. Prof. Dr. I Nyoman Sedana, M.A., Ketua PEPADI Bali, sharing dari floor mengusulkan agar lebih banyak diulas tentang Lingga Yoni yang memang juga diulas dalam buku Sanghyang Siksa Kandang Karesian.

Acara yang dipandu oleh moderator Dian Martin, S.T., Ketua Asosiasi Artificial Intelligence Indonesia, berjalan lancar dengan menerapkan ajaran Sanghyang Karesian yakni disiplin waktu. Dian Martin sebagai orang Sunda merasa malu, tidak mengenal ajaran leluhurnya sendiri sebelum dijadikan sebuah buku oleh Guruji Anand Krishna.

Yayasan Anand Ashram berharap melalui Sanghyang Siksa Kandang Karesian menjadi momentum refleksi bersama: bagaimana nilai-nilai kebijaksanaan kuno dapat menjadi penuntun bagi manusia modern untuk hidup lebih sadar, beretika, dan berwelas asih. Nusantara, yang merupakan bagian dari peradaban agung Sunda Sindhu Saraswati, menyimpan kekayaan spiritual dan kebudayaan yang begitu dalam.

Di antara khazanah tersebut terdapat ajaran Sunda Kuno Sanghyang Siksa Kandang Karesian – warisan luhur yang menuntun manusia menuju kejernihan hati, kebijaksanaan hidup, dan kesadaran sejati. Nilai-nilainya universal dan relevan, bahkan bagi manusia modern yang sedang mencari makna dan arah di tengah hiruk-pikuk zaman digital. Buku Sanghyang Siksa Kandang Karesian: Menjadi Manusia Visioner karya Guruji Anand Krishna, diterbitkan oleh Yayasan Pendidikan Anand Krishna, di bawah naungan Yayasan Anand Ashram, yang memiliki visi global One Earth, One Sky, One Humankind, Satu Bumi Satu Langit Satu Kemanusiaan. Visi ini menegaskan bahwa seluruh umat manusia adalah satu keluarga besar di bawah langit yang sama – bersaudara dalam keberagaman dan bersatu dalam semangat kemanusiaan.

Baca Juga :  Lestarikan Ekosistem Pesisir, Asta Learning Center Ajak Mahasiswa DI Academy dan AVIA Penerbangan Tanam Mangrove

Penerbitan buku setebal 774 halaman ini merupakan bagian dari upaya pelestarian dan revitalisasi nilai-nilai spiritual Nusantara yang sejalan dengan visi UNESCO untuk menjaga warisan tak benda umat manusia. UNESCO sendiri telah memberikan penghargaan untuk Sanghyang Siksa Kandang Karesian ini berupa registrasi dalam program Memory of the World, April 2025. Karya ini memiliki nilai universal untuk membangun dunia yang lebih damai dan berkesadaran.

Buku ini bukan sekadar bacaan spiritual, melainkan panduan untuk menjadi Manusia Visioner – pribadi yang mampu melihat melampaui fakta, membaca makna di balik peristiwa, dan menemukan Kebenaran Sejati. Ajaran Sunda Kuno menuntun kita untuk tidak hanya mengejar kesuksesan lahiriah, melainkan menapaki jalan menuju Kesuksesan Sejati dan Kebahagiaan Sejati, yakni hidup yang selaras dengan dharma dan penuh kasih terhadap sesama.

Sebagaimana semangat ajaran dalam naskah ini, hanya mereka yang mau membuka hati dan menjalani dengan kesadaranlah yang dapat melihat kebenaran di balik realitas. Maka, ajakan in bukan hanya untuk membaca, melainkan juga melakoni menjadikan nilai-nilai luhur Nusantara sebagai panduan hidup sehari-hari. Sanghyang Siksa Kandang Karesian yang memiliki makna filosofis yang dalam dan relevansi tinggi terhadap kehidupan masa kini. ‘Sanghyang’ berarti suci, ‘siksa’ berarti ajaran, dan ‘kandang karesian’ berarti aturan dengan batasan-batasannya. Naskah ini merupakan panduan hidup. (ist)