Sidang Penyerobotan Tanah, Terdakwa Ngotot Tak Akui Kesalahan
(Dutabalinews.com),Sidang kasus penyerobotan hak atas tanah penyandang disabilitas di PN Gianyar, Senin (22/4/2019) kembali dilanjutkan dengan mendengarkan pledoi kuasa hukum terdakwa Dewa Ketut Oka Merta dan I Dewa Nyoman Ngurah Swastika. Sebelumnya jaksa menuntut hukuman 3,5 tahun penjara pada Senin (15/4/2019) lalu.
Kuasa hukum korban I Dewa Nyoman Oka yakni I Made Somya Putra, SH,MH dan pihak keluarga korban merasa ada kejanggalan dalam pledoi tersebut. Pasalnya isi pledoi bertentangan dengan fakta persidangan yakni tidak adanya ‘pengakuan bersalah’ dari kedua terdakwa.
Terdakwa dalam persidangan terbukti mengaku bersalah dalam menafsirkan kata ‘menguasai’ dan ‘memiliki’ sehingga mengajukan permohonan sporadik prona sebidang tanah seluas 5.000 meter persegi di Banjar Tarukan Desa Pejeng Kaja Kecamatan Tampaksiring, Gianyar tanpa mengindahkan sama sekali hak I Dewa Nyoman Oka yang notabene penyandang disabilitas (buta dan tuli) yang juga turut menguasai separuhnya. Kedua hal tersebut tidak juga ditampilkan dalam pledoi kuasa hukum Terdakwa.
Pada sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum yang telah membuktikan dakwaannya sebagai mana fakta persidangan terungkap perbuatan kedua Terdakwa telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana menggunakan surat palsu dan menempatkan keterangan palsu ke dalam Akta Otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP ayat 1 dan 2 Jo. Pasal 88 KUHP.
“Kami dari pihak keluarga korban I Dewa Nyoman Oka juga menyatakan keheranannya sebab dalam pledoi terdakwa tidak juga menerangkan adanya surat Pernyataan Pencabutan Tanda Tangan yang telah ditandatangani dalam Surat Permohonan Sporadik (Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Tanah) Prona oleh ke 3 aparatur desa yang juga telah berstatus tersangka. Ketiga aparat desa tersebut yakni I Wayan Artawan, mantan kepala desa I Dewa Putu Artha Putra, dan kepala dusun I Nyoman Sujendra. Hal ini menjadi fakta bahwa ketiganya terbukti telah melakukan persekongkolan,” kata I Dewa Putu Sudarsana, salah seorang keluarga korban.
Pihaknya beharap Majelis Hakim dapat memenuhi tuntutan jaksa demi keadilan. “Bahkan saat ini berkembang semacam mosi tak percaya dari masyarakat terkait segala pembuatan dokumen surat-surat yang dilakukan oknum aparat desa di Banjar Tarukan,” pungkas Sudarsana. (ist)