Karakteristik Bangsa Dalam Pariwisata Indonesia: Gagasan, Kolaborasi, Adaptasi & Tantangan

(Dutabalinews.com), Anggota DPD RI perwakilan Bali I.B. Rai Dharmawijaya Mantra mengapresiasi dan menyambut positif disahkannya Undang-undang Kepariwisataan oleh DPR. Lahirnya UU ini menjadi fondasi penting bagi pengembangan pariwisata yang berkualitas, inklusif, inovatif dan berkelanjutan. UU ini akan memberi kepastian pengelolaan yang lebih holistik dan terintegrasi serta adaptif.

“Pariwisata tidak semata hanya mengangkat  keindahan alam, namun yang tak kalah penting adalah bisa terjaga dan terpeliharanya budaya Indonesia. Pariwisata tidak dapat dipisahkan dari budaya Nusantara karena budaya dan tradisi adalah daya tarik utama yang memikat wisatawan datang,” ujar Rai Mantra menyusul disahkannya UU Pariwisata.

UU ini sangat memahami bahwa potensi modal budaya ini merupakan sumber daya yang sangat sulit untuk ditiru, diffrensiasi memiliki perbedaan satu sama lain sehingga telah memiliki keunggulan komperatif apabila potensi tersebut telah ditemukan dan dipahami secara baik, bayangkan ada 38 provinsi di Indonesia berarti ada 38 modal budaya yang akan menunjukan konsep modal budaya; identitas, keunikan, karakteristik masing-masing yang mana akan menunjukkan Kepribadian Bangsa yang ditamplkan dalam dunia Pariwisata Global.

Namun diingatkan, interaksi antara pariwisata dan budaya juga rentan karena bisa menimbulkan tantangan baru seperti terjadinya komodifikasi budaya yang berlebihan dan  mengacu pada selera pasar, bergesernya keaslian tradisi yang merupakan kekayaan yang adiluhung harus terlindungi dengan sebaik baiknya. Dan kalau tidak dikelola dengan bijak, terjadinya over tourism dapat menggerus lingkungan dan tatanan sosial budaya Nusantara.

Dalam strategi regenerative sustainability ini “Tidak lupa, kita juga harus mempertimbangkan tantangan-tantangan yang terjadi akibat pertukaran modal dalam dunia global kapitalisme ini. Komersialisasi kebudayaan itu sangat tidak diharapkan, ranah nilai, norma dalam sacral dan profan sangat penting menjadi regenerative sustaiablelity ini, karena hal inilah yang dipahami sebagai aset/modal budaya sangat sulit untuk ditiru dan memperlihatkan perbedaan yang sangat menonjol dalam lingkungannya. Sehingga dalam batas-batas tertentu, kita bisa baca atau kita bisa deteksi sedini mungkin untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut,” tegas mantan Walikota Denpasar ini.

Baca Juga :  Dibuka Presiden, Koster: PKB 2019 Harus Lebih Meriah dan Berkualitas

Melihat Budaya (Bali) sebagai kekuatan pariwisata, maka lahirnya UU Pariwisata ini diharapkan dapat memberi kekuatan ekonomi yang sejalan dengan budaya lokal (Bali) yang berlandaskan Tri Hita Karana, karakteristik ekonomi campuran atau hybrid yang dapat menghasilkan benefit atau mafaat dari perspektif perspektif yang ada.

Transformasi dari Ekosistem ke Industri

Diakui memang pariwisata berperan penting dalam membuka lapangan kerja, meningkatkan devisa, dan menjadi motor penggerak ekonomi nasional. Bahkan bagi Bali pariwisata saat ini menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat dan daerah dengan di hasilnya PAD yang begitu besar selain kontribusi yang signifikan bagi negara.

Dengan adanya Undang-Undang baru kepariwisataan, reinterpretasi berupa transformasi dari industri ke ekosistem yang berarti Republik Indonesia ini, negara ini, telah mengakui adanya aset kebudayaan Nusantara yang sangat luar biasa dan juga menempatkan manusia dan kebudayaan sebagai pusat pembangunannya. Harus diakui bahwa Indonesia memiliki 2 kekuatan potensi sumber daya yang sangat besar yaitu potensi sumber daya material  (tangible aset) dan sumber daya tak berwujud (intangible aset), ke 2 sumber daya ini telah memberikan konstribusi nyata dalam pemenuhan APBN.

“Kita mengakui sebuah kekayaan intelektual (intangible aset) yang berasal dari warisan kebudayaan (modal budaya) yang adiluhung. Jadi kita menunggu terbitnya PP (Peraturan Pemerintah) setelah keluarnya undang-undang ini. Semoga PP ini dapat mengembalikan semua identitas atau jati diri atau kekuatan aset modal budaya kita di Nusantara ini, sebagai salah satu sumber daya yang memang tidak bisa ditiru dan memiliki potensi besar di dalam keunggulan komparatif maupun kompetitif, baik di dalam dunia pariwisata maupun dalam dunia ekonomi kreatif ke depannya,” harap Rai Mantra.

Dijelaskan pembangunan ekonomi ‘The law of diminishing marginal return’ mempertimbangkan seluruh potensi sumber daya secara seimbang. Sehingga sumber daya budaya menjadi salah satu faktor daripada pertimbangan daripada potensi-potensi sumber daya yang ada. Dan juga menjadi satu pemikiran utama dalam kerangka berpikir di dalam membangun pembangunan nasional yang berdasarkan atas pembangunan manusianya dan juga kebudayaannya.

Baca Juga :  "Festival 3 Gunung", Suguhkan Wisata Alam dan Keanekaragaman budaya Lembata

Penting untuk memperkuat,  mengembangkan, dan juga mempertahankan aset kultural  Nusantara ini, terutamanya di dalam menjaga soul atau jiwa dari semangat nilai-nilai atau norma-norma kebudayaan yang ada. Sehingga ini akan menjadi satu kekuatan baru dalam pembangunan di Republik Indonesia ini.

Dan juga merupakan sesuatu hal yang bersifat sangat urgensi terhadap generasi muda, terutamanya generasi milenial Z dan juga Alpha karena mereka di tanah kelahirannya memiliki potensi yang sangat luar biasa, sumber daya yang sangat luar biasa yang sebetulnya kalau dipahami secara mendalam, yang tidak dapat ditiru oleh orang lain yaitu culture capital. Ini menjadi dasar di dalam sebuah pengembangan nilai, norma dan pengetahuan yang ada untuk melahirkan competitive pride dan  comparative pride.

Konsep modal budaya tersebut sebagai salah satu potensi kekayaan budaya Nusantara. Kebudayaan sendiri merupakan the way of life atau jalan kehidupan yang memang telah dimiliki oleh komunitas adat di seluruh Indonesia, di seluruh Nusantara.

Selain memiliki batas wilayah adat, tapi yang lebih penting adalah mereka memiliki nilai, norma, dan juga pengetahuan yang telah diwariskan secara turun-temurun dan merupakan manifestasi daripada spiritualitas dari wilayah adat tersebut.

“Secara perlahan, negara telah memiliki, memahami potensi sumber daya intangible yang tidak berwujud ini sebagai salah satu potensi pembangkit pembangunan Nusantara sebagai salah satu potensi, selain daripada potensi sumber daya material,” pungkasnya.

Di sisi lain Rai Mantra mengingatkan pengembangan pariwisata harus menjaga keseimbangan antara pemberdayaan masyarakat, kelestarian lingkungan, peningkatan ekonomi, dan sinergi antarpemangku kepentingan.

Selain menjaga sumber daya alam, perlu mendapat perhatian terkait kualitas layanan, manfaat ekonomi yang didapatkan masyarakat lokal. Jangan sampai warga lokal hanya menjadi penonton.

Karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan formal maupun informal harus ditingkatkan. “Perencanaan pembangunan pariwisata harus memberdayakan dan memperkuat peran masyarakat lokal seperti melalui desa wisata,” tegasnya.

Sebagaimana diketahui, dalam Rapat Paripurna ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026, Kamis, 2 Oktober 2025, secara aklamasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan untuk disahkan menjadi undang-undang. (ist)

Baca Juga :  Kartini Go Surf Untuk Dorong Pemulihan Pariwisata Bali