Pariwisata & Budaya

Setelah 40 Tahun, Ribuan Krama Adat Kerobokan Saksikan “Mesiat Tipat-Bantal”

(Dutabalinews.com),Ribuan krama desa adat Kerobokan Badung, Kamis (1/8/2019) sore tumpah menyaksikan Perang Bantal (mesiat ketipat bantal) yang dilaksanakan serangkaian Karya Agung Mamungkah, Ngenteg Linggih, Ngusaba Desa, Ngusaba Nini, Tawur Balik Sumpah Utama, Pedudusan Agung lan Segara Kerthi di Pura Desa dan Pura Puseh Desa Adat Kerobokan Badung.

Perang Tipat Bantal yang baru digelar kembali sejak dilaksanakan pada tahun 1979 silam ini dihadiri Wagub Bali Cokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace) dan Istri Gubernur Putri Suastini Koster serta sejumlah undangan. Cok Ace dalam sambutan singkatnya menyambut positif digelarnya kembali tradisi perang tipat bantal ini.

Bahkan Wagub juga turut “perang” melawan Putri Suastini Koster. Wagub bersama 50 anggota timnya sebagai “bantal (purusa-lelaki) melawan Putri Koster dengan timnya beranggotakan 50 orang yang berperan sebagai tipat (pradana-perempuan). Diiringi tabuh, kedua tim saling lempar bantal dan tipat dari jarak cukup dekat sekitar 10 meter. Ribuan warga bersorak girang menyaksikan aksi perdana tersebut.

Perang Tipat Bantal kali ini menurut Pemucuk Karya Agung Drs. A.A. Ngurah Gede Sujaya, M.Pd. dan Jero Bendesa Desa Adat Kerobokan A.A. Putu Sutarja,S.H. melibatkan perwakilan dari 50 banjar yang ada.

Masing-masing banjar diwakili 10 anggotanya. Mengingat banyaknya peserta, perang ini digelar dalam lima sesi masing-masing dengan kekuatan 100 orang. “Yang lempar bantal 50 orang dan 50 lainnya melempar tipat,” jelas A.A. Putu Sutarja. Ukuran tipat maupun bantal sudah ditentukan agar tidak terlalu besar agar tidak membahayakan bila sampai kena.

Menurut “wasit”, perang ini lebih menitikberatkan rasa bhakti, ngayah, saling asah asih dan asuh. Tak boleh ada dendam. Juga tak boleh ada peserta yang minum alkohol. Tipat dan bantal juga harus beradu di atas. Tak boleh ke bawah. Jadi ada jarak dan tipat maupun bantal yang sudah jatuh tak boleh dipakai kembali. Perang otomatis selesai ketika tipat dan bantal habis.

A.A Sutarja menambahkan tujuan kegiatan ini juga sebagai wujud rasa syukur kepada Dewi Sri yang telah memberi nasi (beras) kepada umatnya. “Pertemuan tipat dan bantal diharapkan akan menghasilkan rasa dan bibit yang bagus,” tambahnya.

Sebelum perang tipat bantal ini dimulai, krama adat yang hadir melakukan persembahyangan bersama dan mengucapkan semangat yel yel “krama desa masikian, desa kerobokan degdeg, jagad bali sukerta”.

Karya Agung di Desa Adat Kerobokan ini dilaksanakan berkaitan telah selesainya pemugaran fisik di pura. Karya Agung ini dilaksanakan sebagai wujud rasa Stiti Bhakti dan Angayubagia (Puji syukur dan bhakti) kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) atas Penciptaan Alam Semesta ini dan atas segala anugerah yang telah dilimpahkan kepada umat manusia dalam kehidupan ini.

Selain itu, upacara untuk menyucikan seluruh bangunan (pelinggih) pada tempat suci atau Pura dan lingkungan Pura yang terdiri dari Tri Mandala yakni
Utama Mandala, Madya Mandala dan Nista Mandala, dimana sebelumnya bahan bangunannya terdiri dari unsur yang belum suci, termasuk sentuhan para tukang (undagi) yang perlu disucikan.

Rangkaian upacara Karya Agung ini telah dimulai pada Buda Kliwon Gumbreg, 19 Juni lalu dengan “matur piuning dan pewintenan panitia karya” dan Puncak Karya pada tanggal 29 Juli 2019. Nyineb akan dilaksanakan pada Anggara Pon Langkir (6/8/2019). Seluruh rangkaian karya akan berakhir pada 9 Agustus nanti yakni Nyegara Gunung dan Bulan Pitung Dina. (bas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *