Pengempon Harap Gubernur Koster Bantu Kembalikan 13 Hektar “Laba” Pura Sad Khayangan Penida
(Dutabalinews.com),Pengempon Pura Sad Khayangan Penida, Desa Sakti, Kecamatan Nusa Penida Klungkung berharap Gubernur Wayan Koster bisa membantu mengembalikan laba pura seluas kurang lebih 13 hektar yang telah disertifikatkan atas nama Pemprov Bali tahun 2004.
Pasalnya pura saat ini tak punya laba. Sementara laba pura disewakan pemprov kepada investor di era kepemimpinan gubernur sebelumnya. “Pengempon juga resah karena kesucian pura terancam dengan adanya kegiatan pengembangan oleh investor yang berpotensi mengganggu aktivitas keagamaan,” ujar Ketua Panitia Pura Khayangan Penida
Wayan Tiasa didampingi para pengempon, bendesa adat setempat dan puluhan krama saat menemui tokoh masyarakat Nusa Penida Ketua “Leo” Wijaya, Minggu (22/9/2019) di Denpasar.
Para tokoh Nusa Penida itu minta bantuan Ketut Leo bersama-sama untuk ikut mengawal aspirasi krama pengempon pura ini. Intinya pengempon pura memohon kepada Gubernur Bali I Wayan Koster agar laba pura dari Pura Parahyangan Penida, Desa Sakti, Kecamatan Nusa Penida ini dikembalikan. Hal ini dilakukan setelah permohonan mereka kepada Gubernur Bali sebelumnya tidak digubris.
“Sejak 2012 kami berjuang memohon agar laba pura kami dikembalikan. Tapi belum ada hasil. Kami harapkan Pak Gubernur Koster mendengar harapan kami,” kata Ketua Panitia Pura Khayangan Penida
Wayan Tiasa.
Adapun pengempon pura terdiri dari empat desa adat yakni Desa Adat Sakti, Desa Adat Sompang, Desa Adat Bunga Mekar, dan Desa Adat Pundukkaha Kaja. Dimana di dalamnya terdapat delapan banjar adat sebagai pengempon yaitu Banjar Pundukaha Kelod, Banjar Pundukaha Kaja, Banjar Behu, Banjar Penaga, Banjar Sompang, Banjar Pikat, Banjar Gelagah, dan Banjar Bucang.
Pura Tertua
Pura yang terletak berdekatan dengan pantai Crystal Bay ini merupakan salah satu Pura Sad Kahyangan Jagat Nusa Penida dan sekaligus pura tertua di Nusa Penida berdasarkan Prasasti Jeroan Sompang dan Prasasti Dukuh Jumpungan.
Dalam prasati dan babad tersebut diceritakan ada Bisama bahwa ‘masyarakat Nusa harus memelihara Pura Sad Kahyangan Penida dan tidak melupakannya. Kalau seandainya lupa maka juga masyarakat dilupakan oleh Sasuhunan Bhagawan Kanda’.
Di dalam babad Ida Ki Dukuh Jumpungan atau dikenal dengan babad I Renggan disebutkan asal usul berdirinya pura ini berawal dari ada seorang Brahmana dari Jambhu Dwipa (India Selatan) melakukan perjalanan suci untuk menyebarkan ajaran kebenaran. Beliau bernama Dukuh Jampungan, bergelar Bhagawan Kanda (dipercaya sebagai titisan Sanghyang Siwa Guru).
Pada suatu hari tibalah Dukuh Jampungan di Hnu (Batu Belek) Nusa Gurun (Nusa Penida). Lalu beliau tinggal di tepi Penida. Beliau juga membangun tempat tinggal dan membangun pura yang diberi nama Parahyangan Penida (Dalem Lingsir Segara Agung Penida).
Seterusnya beliaulah yang menyebarkan ajaran kebenaran di jagat Nusa Penida, sehingga Pura Parahyangan Penida menjadi cikal bakal sebagai Pura dan tempat Pesraman Beliau (Pemoksan).
“Pura ini pura pertama dan tertua di Nusa Penida, mengawali terbentuknya Pulau Nusa Penida dan menjadi cikal bakal adanya pura-pura lainnya di Nusa Penida,” terang Wayan Tiasa.
Disertifikatkan Pemprov
Dalam perjalanannya, tanah laba pura dan tanah sekitar pura ini yang juga sudah dijaga secara turun-temurun oleh pengempon pura hingga menjadi tanah negara. Hingga akhirnya keluar sertifikat tanah menjadi aset milik Pemprov Bali sejak tahun 2004. Warga pengempon merasa tidak pernah dilibatkan dalam proses keluarnya sertifikat atas laba pura ini.
Jadi saat in Pura Sad Kahyangan Penida tidak memiki laba pura karena tanah yang ada di sekitar pura sudah dimiliki Pemprov Bali. Sedangkan masyarakat pengempon menggarap tanah tersebut sudah sejak pura tersebut berdiri dan dari nenek moyang. Sehingga sampai muncul nama Banjar Penida dan warga masyarakat sudah mendirikan pura kawitan, paibon dan merajan.
Ini berarti warga masyarakat sudah menempati, menjaga, merawat, menggarap secara turun temurun. Hasil dari menggarap tersebut untuk biaya piodalan, perawatan, perehaban pura.
“Cuma karena keterbatasan kemampuan dan keberadaan warga sebagai petani, tanah laba pura tersebut belum dimohonkan sertifikat. Warga pun bingung ketika keluar sertifikat atas nama Pemprov,” ungkap Wayan Tiasa.
Mirisnya lagi, lagi kawasan laba pura ini disewakan kepada investor. Informasinya sekitar 9 hektar dari kawasan tanah laba pura ini disewakan kepada investor sejak tahun 2016 dengan jangka waktu 90 tahun. Ini juga tanpa ada pemberitahuan kepada masyarakat.
Yang membuat masyarakat pengempon resah, aktivitas keagamaan pengempon di pura ini juga terganggu dengan sejumlah kegiatan pengembangan dari investor. Akses untuk melasti juga terganggu. “Kami bingung tidak punya laba pura.
Satu-satunya harapan kami adalah Bapak Gubernur Koster agar laba pura kami bisa dikembalikan,” ujar Wayan Tiasa.
Karena tidak punya laba pura, pengempon pura juga tidak bisa memindahkan Pura Segara yang saat ini terletak di tepi pantai. Dimana kondisi Pura Segara ini kian memprihatinkan.
Selain tidak memenuhi syarat pura, tidak ada penyengker, pura ini juga terus terkena abrasi. “Kami ingin Pura Segara dipindahkan ke sebelah Utara Pura Sad Khayangan Penida. Tapi untuk bangun Pura Segara ini kami butuh laba pura,” imbuh Wayan Tiasa.
Menyikapi berbagai kondisi yang berkembang ini, para pengempon pura telah berkali-kali menggelar paruman dan akhirnya memutuskan, pertama, tetap menjaga kelestarian dan kesucian pura dan juga wewidangannya.
Kedua, mematuhi Pararem dan Awig-awig yang sudah ada yaitu menjaga kesucian Pura dari batas penyengker pura apeneleng agung (500 meter) tidak boleh ada bangunan apapun.
Ketiga, menolak segala bentuk bangunan yang ada di dalam apeneleng agung wilayah pura. Hasil paruman ditandatangani empat Bendesa Adat pengempon pura ini.
Keempat, para pengempon pura mendukung penuh konsep Gubernur Bali I Wayan Koster Nangun Sat Kerthi Loka Bali demi terjaganya taksu Bali anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa beserta Sinar Suci Beliau supaya tetap kekal memberkati tanah Bali serta masyarakat Bali secara menyeluruh agar mendapatkan keselamatan.
Kelima, sepakat menanam pohon Gaharu, pohon Cendana, pohon Cempaka, pohon Sandat, dan pohon Kamboja di wewidangan 500 meter area Pura agar Pura tetap lestari dan asri. (lmc)