Politik

Pesan Jro Gede Alitan Batur: Pasemetonan Bali Mula Agar Tetap Rendah Hati dan Tidak Berpikir “Nyapa Kadi Aku”

(Dutabalinews.com),Selasa (1/12/2020) menjadi tonggak kebangkitan Pasemeton Mahagotra Catur Sanak Bali Mula.


Kebangkitan itu ditandai dengan terselenggaranya paruman Sabha Pandita (Dharma Adyaksa), Sabha Walaka dan Pengurus Harian Mahagotra Catur Sanak Bali Mula, yang juga dihadiri semeton Kayu Selem, Celagi, Trunyan dan Kayuan. 


Paruman juga dihadiri oleh Jro Gede Alitan Batur di Toya Devasya, Toya Bungkah Kintamani, Bangli, yang memberi paparan tentang keterkaitan Bali Mula dan Batur khususnya.


Ketua Umum Mahagotra Catur Sanak Bali Mula, Dr. I Ketut Mardjana menyampaikan digelarnya pertemuan ini utamanya untuk menyatukan satu pemahaman apa sejatinya trah Bali Mula, bagaimana proses terjadinya sejarah Bali Mula serta peran Bali Mula dalam proses terbentuknya Bali seperti sekarang ini. 


Untuk diperoleh pemahaman, pengertian dan persepsi yang sama, Ketua Umum Mahagotra Catur Sanak Bali Mula —DR I Ketut Mardjana mengaharapkan kepada Dharma Adyaksa agar secara terjadwal dapat mengadakan paruman/pertemuan dengan para Sulinggih Bali Mula, merumuskan hasil paruman dan lebih lanjut mesosialisasikannya kepada seluruh pesemetonan. 

Dr. Ketut Mardjana

Dengan seringnya dilakukan koordinasi di antara para pemucuk, antar pengurus dan sosialisasi kepada pesemetonan maka, astungkara, pengertian, pemahaman dan persepsi terhadap Bali Mula akan satu, yang kemudian pesemetonan akan solid.


Pasemetonan Bali Mula yang saat ini berjumlah sekitar 260.000 KK di seluruh Bali dan juga tersebar di Lampung dan Sulawesi, di mana di masing-masing kabupaten kota sudah terbentuk kepengurusan Mahagotra Catur Sanak Bali Mula adalah merupakan perwujudan dan cerminan bahwa organisasi dan Kepengurusan Mahagotra Catur Sanak Bali telah semakin terstruktur. Kondisi ini telah menjadi sarana dalam memudahkan koordinasi antara Pengurus dan pesemetonan, meski semeto Catur Sanak Bali Mula sudah berada di seluruh Indonesia.


Dalam paruman yang menghadirkan sulinggih dari Sabha Pandita (Dharma Adyaksa) Sabha Walaka, Pengurus Mahagotra Pusat/Provinsi, Kabupaten/Kota dan utusan dari semeton Kayu Selem, Celagi, Kayuan dan Trunyan itu, lanjut DR. I Ketut Mardjana, membahas secara mendalam satu keinginan tentang penyatuan pikiran, pemahaman dan persepsi tentang pesemetonan Bali Mula. 


Hal ini sejalan dengan tema keberadaan Mahagotra Catur Sanak Bali Mula yakni Eling Ring Pesemetonan lan Subhakti Ring Bathara Kawitan. Diputuskan dalam paruman bahwa Pesemetonan Mahagotra Catur Sanak Bali Mula memiliki satu Bathara Kawitan yakni Ida Bhatara Mpu Kamareka yang merupakan Bujangga Sakti Luwih Bali.


‘’Itulah kawitan kami, asal muasalnya yang mempunyai empat putra yaitu Kayu Selem, Celagi, Kayuan dan Trunyan sehingga disebut Catur Sanak Bali Mula, yang semuanya merupakan bagian dari Bali Mula,’’ tutur Ketut Mardjana seraya menyampaikan harapan agar Pasemetonan Bali Mula mampu membangun kebersamaan yang solid dan betul-betul memahami bahwa memiliki satu Bhatara Kawitan Bali Mula yakni Ida Bujangga Sakti Luwih Bali.


Untuk menyatukan satu persepsi bahwa satu kawitan Bali Mula adalah Ida Bujangga Sakti Bali ini, Ketut Mardjana menyampaikan ke depan hendaknya baik pengurus mahagotra, sabha pandita (dharma Adyaksa) dan shaba walaka betul-betul secara intens melakukan pertemuan-pertemuan membahas segala permasalahan maupun program kerja ke depan.


Salah satu program ritual untuk tahun 2021 Mahagotra Catur Sanak Bali Mula akan menyelenggarakan upacara Jana Kertih yang merupakan bagian dari program kerja Pemerintah Daerah Provinsi Bali yakni Nangun Sat Kerthi Loka Bali. “Apa yang dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Bali adalah sangat sejalan dan bahkan juga merupakan ritual dari Bali Mula,” ungkap Ida Darma Adyaksa, Ida Mpu Nabe Siwa Putra Dharma Daksa dari Geria Lingga Acala, Banjar Calo, Desa Pupuan, Kecamatan Tegallalang Gianyar. 


Beliau juga berharap dengan membedah sejarah keberadaan Bali Mula yang berpegang teguh pada usana, purana seperti lontar Bali Purana Bangsul, Usana Bali dll  sehingga terjadi satu kesamaan visi dan misi saat kita berjalan ke depan. Dengan demikian tidak terjadi lagi, perpecahan di antara pasemetonan dan selalu ingat pada jati diri orang Bali Mula, Bali Asli yang sudah ada sebelum masa kerajaan ada di Bali yang disebut wangsa wed. 


“Besar harapan kami (para sulinggih-red), bagaimana paiketan, pakilitan Pasemetonan Bali Mula di seluruh Bali dan Nusantara bisa berjalan harmonis berdampingan bersama dengan masyarakat yang lain. Bagaimana kami dari Bali Mula bisa memberikan dan menjadi contoh apa yang sudah ditanamkan oleh leluhur kami yakni menjaga keharmonisan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan Tuhan,’’ tutur Ida Mpu Nabe Siwa Putra. 


Ida Mpu lebih lanjut berharap ke depan bahwa dengan mengajegkan Tri Hita Karana yakni sukerta tata ring parahyangan seperti menyatukan pikiran pada satu bhatara kawitan, bahwa Bali Wed merupakan keturunan Ida Bujangga Sakti Luwih Bali atau Mpu Kamareka. Sukerta tata ring palemahan yang senantiasa menjaga alam semesta ini, dan sukerta tata ring pawongan dengan menjaga keharmonisan di masyarakat sesuai tujuan pokoknya mencapai satyam siwam sundaram.


Dijelaskan juga bahwa Ida Bujangga Sakti Luwih Bali yang diberikan restu dan medarma putra dari Mpu Semeru yang melinggih di Tohlangkir diberikan izin menghidupkan aksara Ida Hyang Widhi Wasa yang kemudian berputra Kayu Selem, Celagi, Kayuan dan Trunyan.  Beliau bergelar Mpu Kamareka, dengan sebutan Bujangga Sakti Luwih Bali yang berstana di Tampur Hyang yakni di Gunung Batur.


Sementara itu, dalam wejangannya Jro Gede Alitan Batur menuturkan sebelum terjadinya pertemuan di Samuan Tiga yang dihadiri Mpu Kuturan, utusan Raja Dalem Gelgel dan wakil dari Bali Mula, didahului dengan pertemuan para leluhur Bali Mula di Batur Tampur Hyang. Intinya pada pertemuan yang kemudian disebut Samuan Tiga itu bahwa pertama Bali Mula mengakui sebagai seorang raja asalkan system pemerintahan Bali Mula tetap dijaga, dimana sistemnya digunakan sampai sekarang seperti masih ada sebutan Jero Kubayan dll, sistem bulu ampad. Kedua, tata titi Bali Mula baik tatwa, susila dan upacara yang disebut agem-ageman Bali Mula yang berkembang menjadi agama Bali Mula tetap dilestarikan sampai sekarang.


Pura Jati yang kini merupakan pura sungsungan jagat, bahwa ageng alit yadnya saat wali wenang mapejati, yan tan asupunika tan sah yadnyanya. Sekecil-kecilnya ngaturang suci pejati mapekelem bebek selem jambul karena sumber kemakmuran ada di segara danu.


Jro Gede Alitan juga mengingatkan akan kepahlawanan dari seorang tokoh Bali Mula bernama Kebo Iwo dimana rela dibunuh (dengan porosan yang berisi pamor, gambir, sirih dll-red) demi perdamaian, kesatuan Bali dan Nusantara. ‘’Meski beliau tak bersalah tapi mau mengorbankan diri demi kebaikan kita bersama, masyarakat, dunia, jagat Bali ini, yang perlu ditiru pengorbanannya, dimana di zaman sekarang  ini dengan bagaimana mengisi Pasemetonan Bali Mula agar ajeg berjalan ke depan,’’ tutur Jro Gede Alitan Batur seraya mengingatkan Pasemetonan Bali Mula agar tetap rendah hati dan tidak berpikir nyapa kadiaku. (ist)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *