Pro Kontra Rencana TPS Bhuana Giri, Jangan Gegabah Agar Tak Rusak Lingkungan

(Dutabalinews.com),Pro kontra terjadi di masyarakat Bhuana Giri terhadap Tempat Pengolahan Sampah (TPS) yang direncanakan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Karangasem.

Pengolahan sampah menjadi bahan bakar refused derived fuel (RDF) atau solid recovered fuel (SRF) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pencampur/cofiring batubara pada PLTU atau sebagai bahan bakar. Rencana TPS akan dibangun di Dusun Butus,  sebelumnya sudah sempat ditolak warga Tegal Bengkak dan Desa Adat Komala.

Warga Tegal Bengkak dan Desa Adat Komala, Desa Bhuana Giri menolak tegas rencana pengelolaan sampah di areal Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Desa Bhuana Giri di Karangasem, beberapa waktu lalu.

Penolakan itu disampaikan ketika pertemuan rencana usaha pembangunan industri pengolahan sampah pihak PT Graha Guna Karya dengan Dinas Lingkungan Hidup Karangasem.

Pada kesempatan itu hadir  Kepala DLH Karangasem, I Gede Ngurah Yudiantara, Prebekel Desa Bhuana Giri I Nengah Diarsa dan Bendesa Adat Komala I Wayan Putu.

Namun dengan kembalinya rencana TPS di Dusun Butus yang masih berbatasan langsung dengan warga Dusun Tegal Bengkak dan Desa Adat Komala tetap ditolak masyarakat. Sedangkan Butus dengan lokasi rencana TPS letaknya berjauhan karena dibatasi oleh sungai. Dikarenakan masyarakat Dusun Tegal Bengkak dan Desa Adat Komala lebih dekat dengan rencana TPS dibangun sehingga menolak. 

“Tiang terus menolak untuk itu, tetapi karena kita beda wilayah secara administrasi, dan batas barat adalah jalan raya bukan rumah penduduk, maka kita dari barat jalan tidak pernah diundang untuk sosialisasi,” kata warga Tenggal Benggak Komang Kedep. Dirinya juga sudah menyampaikan keluhan itu kepada Perbekel Bhuana Giri.

Hal serupa juga telah disampaikan ketika diundang oleh Pemerintah Daerah Karangasem beberapa waktu yang lalu. Termasuk penolakan disampaikan ketika pertemuan pertama kali tanggal 16 Maret 2021.

Apalagi untuk pembangunan industri sampah, pihaknya tentu belum bisa menerima, mengingat kekhawatiran akan dampak lingkungannya. Pemilihan tempat TPS di hulu juga dipertimbangkan kembali karena banyak sumber mata air di bawah yang menjadi penghidupan warga baik untuk konsumsi maupun pertanian. Beberapa perwakilan masyarakat dan tokoh Adat Komala ke Balai Desa untuk berdialog dengan Kepala Desa dalam hal perencanaan TPS pada Kamis 16 Juni 2021.

Baca Juga :  Kurir 11 Paket Sabu-Sabu Asal Aceh Dituntut 16 Tahun Penjara

Penolakan warga Desa Adat lebih pada kekhawatiran pencemaran lingkungan dan udara. Salah satu warga masyarakat Desa Adat Komala yang tidak mau disebut namanya mengatakan seharusnya pihak desa sebelah, setidaknya ada pemberitahuan kepada desa penyanding bahwasanya perencanaan akan dibangunnya TPA baru. Demi menjaga keutuhan kerukunan antar desa dan saling menjaga lingkungan.

Adanya beberapa penerimaan masyarakat dari desa sebelah dengan perencanaan pembangunan TPA baru akan mempengaruhi lingkungan hidup masyarakat desa lainnya dari tempat pembuangan sampah tersebut, otomatis pencemaran udara di lingkungan sekitarnya.

Kenapa beberapa masyarakat menyetujui, karena masyarakat tersebut jauh dari kawasan perencanaan pembangunan TPS, tapi masyarakat yang jaraknya dekat dengan batas teritorial desa adat sebelah, bersikukuh menolak, jika tidak diajak duduk bersama untuk membicarakan dan mencari solusi terbaik. Ini pokok pembahasan paling utama diperhatikan terlebih dahulu sebelum berkelanjutan.

Untuk itu, masyarakat dan tokoh Desa Adat Komala memohon kepada Pemerintah Karangasem untuk mengkaji ulang perencanaan pembangunan TPS tersebut agar tepat guna di lingkungan masyarakat, sesuai dengan Amdal.

Tokoh Masyarakat Bhuana Giri Made Mertawan juga menegaskan penolakan terhadap rencana pembangunan tersebut karena dampak lingkungan, pencemaran udara dan limbah yang dihasilkannya. “Mengingat letaknya lebih dekat dengan warga kami ketimbang warga Butus yang setuju, bahkan setelah dicek di lapangan tidak semua masyarakat Butus memberikan dukungan terhadap rencana tersebut,” ujarnya.

Untuk itu, pemerintah Karangasem diminta tidak gegabah memberikan perijinan terhadap pembangunan tersebut karena berkaitan dengan lingkungan. Bahkan pembangunan itu dinilai tidak sejalan dengan Keputusan Gubernur Nomor 381/03-P/HK/2021 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/Kelurahan dan Desa Adat. Belum lagi, Desa Adat Komala tengah mengembangkan desa wisata termasuk sudah berupaya mengelola sampah berbasis sumber.

Desa Bhuana Giri juga merupakan salah satu sumber mata air dan letaknya tidak jauh dari Kota Amlapura dibawah Gunung Agung. Ada Pura Penataran Agung Nangka yang sudah diakui oleh Pemkab Karangasem dan Provinsi Bali, patut dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat sekitar baik lingkungan hidup dan terhindar dari pencemaran udara.

Baca Juga :  Dalam Rangka HUT TNI, Pelindo III Bersama TNI Tanam 300.074 Mangrove

Sedangkan, Penyarikan Pengurus Desa Adat Nangka Warga Ngurah Alit justru menyambut baik rencana pembangunan TPS tersebut. Dikarenakan TPS tersebut akan memberikan solusi permasalahan sampah yang ada di Butus, karena selama ini memang dikeluhkan warga baik pada musim panas maupun hujan. “Ini salah satu opsi yang diterima, dimana masyarakat sudah trauma masalah sampah, semoga kehadiran TPS bisa mengobati dengan janji yang sudah disampaikan,” ujar Ngurah Alit. Kontribusi yang juga akan diberikan kepada warga yakni tenaga kerja sebesar 40 persen.

Sementara itu, Kepala DLH Karangasem, I Gede Ngurah Yudiantara dikonfirmasi media terkait pernyataan persetujuan warga Butus menerima rencana pembanguanan TPS belum dijawab hingga berita ini diturunkan. Namun, Kadis DLH Karangasem Yudiantara pernah menyatakan bahwa anggaran pengelolaan TPS akan dikeluarkan oleh perusahaan. “Semua dari PT, Pemerintah tidak ada mengeluarkan anggaran,” ungkap Yudiantara.

Perusahaan tersebut hanya perlu sampah untuk diolah menjadi bahan bakar, masalah FS, tentu telah dikaji oleh pemrakarsa. Disi lain, Dosen Program Studi S2/S3 Ilmu Lingkungan Universitas Udayana, I Gede Hendrawan, Ph.D.  mengharapkan, rencana pembangunan TPS sebaiknya dilakukan sosialisasi dengan baik dan dijelaskan dengan lengkap, serta didiskusikan dengan terbuka. Setiap teknologi memiliki kelebihan dan kekurangan, dan teknologi juga harus mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat yang ada. “Bagi saya, tidak ada yang salah dengan teknologi sepanjang dapat menyelesaikan masalah persampahan tanpa menimbulkan maslah baru,” kata Hendrawan.

Jikapun ada masalah dengan teknologi tersebut, maka harus dapat dipastikan masih dalam batas yang toleransi, dan untuk jangka panjang harus disiapkan teknologi yang lebih baik. Apakah teknologi tersebut dapat dilakukan disini dengan kondisi/karakter sampah yang berbeda, juga masih menjadi pertanyaan, meksipun beberapa negara Eropa sudah menerapakan, dirinya pun belum mengetahui tingkat keberhasilannya.

Masalah sampah sama dengan masalah sakit yang diderita seseorang yang sudah komplikasi, maka satu obat bisa jadi akan memberikan dampak untuk penyakit lainnya, namun jika urgent harus diberikan terlebih dahulu untuk meredakan penyakit yang paling serius dan kemudian mengobati penyakit yang lainnya. Maka dari itu, Amdal menjadi sangat penting untuk kegiatan yang memberikan dampak penting dan dampak besar bagi lingkungan. Masyarakat yang diwakili oleh organisasi yang kegiatannya terkait dengan lingkungan hidup merupakan bagian dari Tim Penilai. Dan pemaparan kajian Amdal wajib mengundang anggota atau tokoh masyarakat. (art)

Baca Juga :  Tingkatkan Sinergitas, Danrem 163 Wira Satya Resmikan Gedung Media Center

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *