V20 2022 Summit, Bahas Solusi untuk Lindungi Lingkungan dan Pertahankan Pertumbuhan Ekonomi
(Dutabalinews.com), Dampak kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) pada ekonomi dan lingkungan masyarakat akan menjadi jelas ketika kebijakan adopsi, produksi, dan Inovasi mulai digaungkan. G20 saat ini berusaha memanfaatkan manfaat AI untuk pulih bersama dan memajukan kemakmuran ekonomi.
“Kami membahas tantangan utama yang terkait dengan dampak lingkungan dengan teknologi AI dan menyajikan solusi untuk melindungi lingkungan bersama kami dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Dengan kata sederhana, kerangka kerja kami yakni mempertimbangkan 4 faktor yaitu faktor sosial, faktor ekonomi, lingkungan dan lintas pemerintahan,” ujar Mashael Alzaid, Delegasi V20 2022, Peneliti Big Data & AI Arab Saudi bersama Henry Thomas Simarmata (Task Force Leader V20 2022, Driyarkara Working Task Force (KERAD) & Apintlaw Associated Program for International Law, Indonesia) dan Dr. Nico Wanandy Ph.D. (Research Associate UNSW-Australia, Indonesia) pada V20 2022 Summit di Green School Ubud, Kamis (20/10).
AI dalam big data diyakini dapat menjadi pusat solusi lainnya. “Kita tidak boleh mengabaikan penyebab lingkungan yang menyertai penerapan dan penerapan model AI dan kami percaya bahwa dengan kerangka kerja seperti ini, dapat memungkinkan masyarakat kita untuk memanfaatkan kekuatan keyakinan bahwa AI mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan melestarikan lingkungan kita,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui sebuah komunike bertema “Values at the Center” diluncurkan pada Pertemuan Puncak Values20 atau V20 Summit 2022, yang berlangsung pada 20 -21 Oktober di Green School, Ubud, Bali, guna menelurkan sejumlah rekomendasi kebijakan berbasis-nilai bagi Presidensi G20 Indonesia dan dunia.
V20 berkomitmen untuk memanfaatkan kekuatan besar dari para peneliti dan para praktisi di bidang nilai untuk berbagi pengetahuan serta menjadi sumber inovasi bagi rancangan kebijakan untuk dampak yang lebih signifikan. Pemahaman yang lebih baik atas nilai-nilai akan berpotensi mendorong kolaborasi menjadi lebih luas.
Saat ini, V20 2022 Summit menghadapi setidak-tidaknya dua tantangan krusial di tataran global. Pertama, pecahnya perang Rusia – Ukraina pada tahun ini yang menimbulkan rentetan krisis pangan dan energi. Kedua, tantangan yang sudah disadari sejak lama yaitu perubahan iklim.
Menurut Mashael Alzaid, Kecerdasan Buatan (AI) telah digunakan selama beberapa dekade sekarang dan pemerintah maupun perusahaan menyadari ada peningkatan permintaan untuk sistem AI dalam banyak aspek kehidupan. Namun ada beberapa bidang terkait kecerdasan buatan yang menurutnya belum cukup matang, seperti aspek sosial dan sistem keadilan sosial adalah salah satu bidang AI yang dianggap penting dan sedang tren saat ini. Di sisi lain topik seperti dampak lingkungan dari kecerdasan buatan masih baru, belum matang. “Dan kita perlu hari ini untuk mengarahkan investasi dan penelitian untuk menyelidiki bidang ini untuk memastikan bahwa di saat kita mengumpulkan kekuatan ini, kita tidak membahayakan lingkungan kita,” ungkapnya.
Dr. Nico Wanandy menambahkan AI dengan kemampuannya data processing dengan sistem yang bisa analisa data yang besar, apabila data-data diambil dari alam, tanah, bakterinya, kesuburannya itu juga bisa menghitung data-data tersebut seakan-akan bisa merepresentasikan itu sebagai alam yang berbicara. Begitu alam bisa berbicara, manusia akan mudah mengerti, ia mau arahnya kemana.
“Kita sebagai manusia bisa bantu dimana. Selama ini teknologi lebih ke arah kemajuan manusia, padahal kalau teknologi itu digunakan dengan benar, bisa memperkuat alam dan kita justru manusia adalah bagian melengkapi bukan menjadi puncaknya. Alam sendiri dengan komunitas indigenous-nya itu adalah teknologinya, dan kita AI dan yang lain-lain hanya supporting role,” jelasnya.
Dicontohkan, data yang masuk dari big data bisa dianalisa dan prediksi mengapa daerah sini alamnya lebih rusak, terlihat dari datanya, karena perlakuannya atau lingkungannya seperti ini. Jadi AI yang cerdas ini bisa memberi saran, kalau mau, perbaikannya harus diperlakukan seperti ini, harus dibeginikan.
Datanya sebisa mungkin justru komunikasi dengan warga indigenous karena kelokalan itu punya teknologi (budaya) yabg sudah ribuan tahun, mereka punya kecerdasan yang kita tidak punya. Terkait mitigasi climate change, kalau datanya banyak dan antar negara bekerja sama dengan tujuan niat baik tadi, data sharing tujuannya membantu alam semesta secara holistik, bagaimana memajukan bumi bersama-sama, juga non manusia. (bas)