FGD Pelindungan Pekerja Migran, Rai Mantra: Penting Memahami Budaya Bali
(Dutabalinews.com), Anggota DPD RI Perwakilan Bali Dr. I.B. Rai Dharmawijaya Mantra,S.E.,M.Si. mengatakan kompetensi yang harus dimiliki oleh CPMI (Calon Pekerja Migran Indonesia) Bali bukan hanya hard skill, tetapi juga pemahaman tentang modal budaya Bali (soft skill).
Demikian terungkap pada acara Focus Group Discussion (FGD) yang digelar, Selasa (25/3/2025) di Kantor Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Provinsi Bali Denpasar. FGD yang dihadiri Perwakilan Asosiasi, BLK, Dinas Tenaga Kerja dan pihak terkait dilaksanakan dalam rangka Inventarisasi Materi Pengawasan atas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran, Khususnya Peningkatan PMI Formal dan Pencegahan PMI Ilegal.
Rai Mantra mengagakan sebagai penyumbang devisa negara, PMI harus dilindungi dari berbagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Komite III mendukung upaya-upaya perlindungan saat PMI bekerja. Komite III bahkan sudah memanggil BPJS dan yang terkait untuk sama-sama menghadapi masalah yang dihadapi PMI,” ujar Rai Mantra.
Terkait PMI ilegal dikatakan sangat penting diantisipasi, perlu dicari solusinya, kenapa ada yang berangkat secara non prosedural. “Penting memastikan agar PMI yang akan berangkat, sudah terdaftar dalam layanan jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan sebagai mitigasi terhadap berbagai permasalahan yang kemungkinan terjadi,” ujarnya.
Di sisi lain, Rai Mantra menekankan pentingnya kompetensi yakni softskill selain hardskill. Soal mahalnya biaya pemberangkatan, sebenarnya bisa diatasi melalui kerja sama antara lain dengan LPD (Lembaga Perkreditan Desa).
Terkait dengan Revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 yang saat ini berada di Baleg, dijelaskan Komite III DPD RI mendukung dan turut mengawal proses di dalamnya sebagai bagian daripada memperkuat upaya pelindungan dan perbaikan tata kelola dalam proses penempatan PMI.
Rai Mantra melihat PMI Krama Bali mayoritas adalah PMI Legal/Prosedural dan banyak berkecimpung di sektor Formal (hospitality). Tentu ini adalah hal yang baik bagi citra tenaga kerja Bali di dunia internasional. Meskipun demikian, sosialisasi, edukasi, pengawasan harus tetap dilakukan.
Kerja sama dan kolaborasi antara stakeholder (Pemerintah, Asosiasi Perusahaan Penempatan, LPK/BLK) menjadi kunci dalam proses peningkatan kompetensi PMI sehingga kualitas PMI dapat terjaga. Peranan Dinas Pendidikan dalam mempersiapkan warga yang ingin bekerja ke luar negeri sangat penting terutama dari segi bahasa. “Sinergi, kerja sama dan komunikasi perlu dibangun,” tegas mantan Walikota Denpasar ini. Proses pengurusan ID agar dibuatkan suatu Standar Pelayanan Minimum (SPM) sehingga tercipta keseragaman dalam proses pelayanan. Lebih baik prosesnya menggunakan Aplikasi/dilakukan secara online.
Sementara Kadis Ketenagakerjaan dan ESDM Provinsi Bali I.B.Setiawan,ST,MSi. mengatakan perlindungan terhadap tenaga kerja ini sangat penting. Seperti terkait pemulangan ratusan PMI dari Myanmar belum lama ini. Juga dari negara lain (Korea). “Ini karena ada warga yang terbujuk rayuan sehingga bekerja tidak sesuai prosedural. Salah satu upaya mengantisipasi hal ini PMI (Bali) harus punya standar yang mumpuni dan mengikuti prosedur ketika hendak bekerja di luar negeri,” ujarnya.
Menurutnya penyiapan data base PMI (Pekerja Migran Indonesia) yang akurat, update dan terintegrasi dinilai penting agar perencanaan dan perlindungan mereka bisa disiapkan lebih matang.
Terkait kendala warga yang mau bekerja ke luar negeri dikatakan selain kompetensi juga biaya yang cukup tinggi sedikitnya Rp30 juta, bahkan bisa menjadi tiga kali lipat karena campur tangan pihak lain (calo). Untuk itu perlu keterlibatan lembaga keuangan untuk memfasilitasi.
Ketua DPD HILLSI (Himpunan Lembaga Latihan Seluruh Indonesia) Bali A.A.G. Widnyana menyampaikan ada 10 ribu tamatan LPK bidang pariwisata tiap tahunnya. Menurutnya kualitas menjadi konsen utama. Untuk itu perlu ditingkatkan kualitas manajemen pengelola LPK yang saat ini kebanyakan merupakan praktisi. Jadi perlu instruktur yang berkualitas dan berpengalaman.
HILLSI tambahnya memiliki cita-cita untuk menjadikan Bali sebagai Center Of Training CPMI khususnya di bidang pariwisata. Untuk itu dibutuhkan bimbingan/kerja sama dari pemerintah utamanya dalam tata kelola/manajemen LPK sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas.
Pengurus AP3MI Bali IB Mahendra mengatakan aturan pusat dan daerah terkadang tidak sinkron, sehingga menimbulkan kebingungan di tataran pelaksana. Ia berharap agar proses birokrasi untuk memperoleh SIP (Surat Ijin Pengerahan) bisa disederhanakan. Kebijakan/SPM masing-masing dinas dalam proses mendapatkan ID berbeda-beda sehingga menghambat proses keberangkatan PMI. Menurutnya, bekerja di luar negeri menjadi mahal karena adanya broker-broker yang ikut serta di dalamnya.
Pihak UPTD BLK mengatakan banyak tamatan SMK belum mendapatkan keterampilan tambahan sebagai pendukung memasuki dunia kerja sehingga berpotensi nganggur. BLK juga sudah mengakomodir dan jembatani anak-anak yang mau kerja ke luar negeri. Hal. Senada disampaikan Alit Saraswati dari BLKIP yang menjelaskan binaan BLK hampir seluruhnya terserap di dunia kerja dan bisa mandiri. Namun diakui masih sedikit yang bekerja di luar negeri. (ist)