Gempuran Iklan Rokok Ancam Generasi Muda: LPAI dan IPM Serukan Aksi Serius

(Baliekbis.com), Salah satu masalah kesehatan yang juga begitu membutuhkan perhatian lebih adalah masalah rokok yang berdampak besar kepada masyarakat. Berbagai risiko masalah kesehatan dapat ditimbulkan akibat asap rokok, seperti stunting, kanker, dan lain sebagainya. Sangat disayangkan, perilaku merokok ini tidak hanya terjadi di kalangan orang dewasa, melainkan anak-anak dan remaja pun mengambil bagian di dalamnya. Peningkatan prevalensi perokok usia anak sangat signifikan dan cenderung sulit dihindari. Hal ini dikarenakan anak dan remaja kerap menjadi target marketing industri rokok melalui segala bentuk taktik promosi, iklan, dan sponsor rokok yang bertebaran di mana-mana.

Selanjutnya, berkaitan dengan hal tersebut, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) berinisiatif untuk mengambil bagian dalam kegiatan ICTOH ke-10 ini sebagai lembaga yang concern dalam upaya perlindungan anak dan remaja dari bahaya zat adiktif (rokok) pada Simposium 1 dengan tema “Mengawal Generasi Sehat Menuju Indonesia Emas: Memperkuat Lingkungan Tumbuh Kembang Anak melalui Implementasi Kebijakan yang Berpihak pada Anak.”

Kegiatan ini tidak hanya melibatkan orang dewasa, melainkan anak dan remaja juga diberi kesempatan untuk berperan bersama dari IPM dan TC Warriors LPAI Bali.

Perlu diketahui bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dasar hukum perlindungan anak dan remaja dari bahaya rokok bisa kita lihat dalam beberapa regulasi sebagai berikut:

  • UUD 1945 Pasal 28B ayat (2): “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

  • Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan PP Nomor 21 Tahun serta aturan turunannya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus, yang di dalamnya telah mengatur upaya perlindungan anak dari zat adiktif, salah satunya adalah rokok sebagai upaya perlindungan khusus.

  • UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan merupakan regulasi strategis untuk memperkuat perlindungan kesehatan masyarakat, khususnya generasi muda, dari bahaya produk tembakau. Regulasi ini mencakup pembatasan iklan, promosi, dan sponsor rokok yang selama ini menjadi tantangan besar dalam menciptakan lingkungan sehat bagi anak dan remaja.

  • PP 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan diterbitkan untuk memperkuat sistem kesehatan nasional, meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, dan memastikan tercapainya standar kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Indonesia.

  • Permen PPPA No. 12 Tahun 2022 tentang KLA (Indikator Kota Layak Anak), yang mencakup adanya Perda KTR dan larangan iklan rokok di media luar ruang.

Temuan LPAI menyatakan bahwa 97% anak-anak pernah melihat iklan rokok, dan 73% melihat iklan di dekat sekolah. Dalam polling ini, sebanyak 85% melihat iklan di televisi, 80% di billboard, dan 67% di media sosial. Polling ini melibatkan 270 anak muda dari TC Warriors yang berasal dari Batam, Bangka Belitung, NTT, Sulawesi Utara, Jakarta, dan Majalengka. Polling terhadap responden menunjukkan 77% merasa tidak nyaman dan 90% tidak setuju dengan sponsor rokok di acara musik dan olahraga. Selain itu, 65% merasa sedih melihat idola mereka mempromosikan rokok.

Sesuai target RPJMN 2020–2024, angka prevalensi perokok anak ditargetkan menjadi 8,7%. Sementara itu, berdasarkan Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif di Indonesia diperkirakan mencapai 70 juta orang, dengan 7,4% di antaranya perokok berusia 10–18 tahun. Kelompok usia 15–19 tahun merupakan kelompok perokok terbanyak (56,5%), diikuti usia 10–14 tahun (18,4%). Kelompok anak dan remaja merupakan kelompok dengan peningkatan jumlah perokok yang paling signifikan.

Kak Seto Mulyadi (Ketua Umum LPAI) menyatakan bahwa peran orang tua dan keluarga sangat penting dalam melindungi anak dan remaja dari bahaya rokok. Orang tua harus menjadi teladan dengan tidak merokok atau tidak menunjukkan bahwa merokok adalah perilaku yang wajar (orang tua adalah patron bagi anak-anaknya), tidak melibatkan anak dalam aktivitas merokok (merokok di depan anak, menyuruh membeli rokok, membagikan rokok, dan lain-lain). Mengedukasi sejak dini (dengan diskusi/mengobrol) tentang bahaya rokok, termasuk efek kesehatan dan dampak sosialnya (menjadi sahabat dan idola anak). LPAI membentuk komunitas Keluarga SABAR (Sadar Bahaya Rokok), mengawasi konsumsi media anak-anak termasuk tayangan televisi, internet, dan media sosial yang mungkin memuat iklan rokok terselubung (dampak psikologis tayangan iklan digital terhadap anak-anak). Mendidik anak dengan GEMBIRA (Gerak, Emosi Cerdas, Makan Sehat, Beribadah, Istirahat, Ramah, dan Aktif Berkarya), serta peran serta anak sebagai pelopor, pelapor, dan pelindung bagi teman sebaya.

Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi didampingi Sekjen Titik Suharyati dan pengurus LPAI Bali di sela-sela acara 10th Indonesian Conference on Tobacco Control 2025 di Kampus Unud Denpasar, Selasa (27/5) mengatakan komitmen untuk perlindungan anak masih lemah. “Sudah tahu itu racun kok dibiarkan. Melindungi anak perlu. Saya ajak yang sadar dan peduli ayo bergerak,” jelasnya.

“Betapa penting peran keluarga. Suara anak perlu didengar dan mereka dilibatkan, anak-anak perlu dinamika dan dikembangkan potensinya sehingga lebih percaya diri. Harus ada problem solving,” tambah Kak Seto.

Titik Suharyati menyoroti pengendalian tembaki ini jalan tertatih tatih. Bahkan ia melihat iklan rokok. masih banyak. Ia memuji penertiban iklan rokok di Klungkung berjalan bagus. “Kok ketika kepala daerah diganti, kebijakan ikut berubah,” ujarnya. Ia juga melihat sekarang rokok dibuat dalam bentuk versi cair. Jadi tidak kelihatan kalau narkoba masuk ke rokok cair.

Ni Luh Sri Apsari, M. Biomed., Sp.A (IDAI) menyatakan bahwa rokok konvensional tidak hanya mengandung nikotin, melainkan juga racun di dalamnya. Nikotin merupakan zat adiktif yang menyebabkan ketergantungan. Karbon monoksida merupakan gas beracun yang mengganggu pasokan oksigen ke tubuh, dan tar adalah zat lengket penyebab utama kanker paru. Sementara rokok elektrik juga mengandung nikotin, formaldehida, logam berat, dan flavoring agents yang efek jangka panjangnya belum sepenuhnya diketahui, namun sudah terbukti berbahaya karena berisiko membuat kecanduan lebih cepat, gangguan paru (EVALI – e-cigarette or vaping use-associated lung injury), dan menjadi jembatan menuju rokok konvensional. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi tumbuh kembang anak, seperti perlambatan pertumbuhan berat dan tinggi badan, meningkatkan risiko stunting, sistem kardiovaskular yang menyempitkan pembuluh darah, serangan jantung, stroke, gangguan kesuburan, disfungsi ereksi, gangguan kehamilan, penuaan dini, kulit kusam, dan gigi menguning. Tidak hanya itu, masalah lain yang ditimbulkan adalah gangguan perkembangan otak, gangguan perilaku, kecanduan, serta penurunan prestasi akademik akibat nikotin yang mempengaruhi daya ingat dan konsentrasi.

Ni Luh Gede Yustini, S.H. (Ketua KPAD Provinsi Bali), berpendapat bahwa pengendalian tembakau untuk perlindungan hukum terhadap anak korban rokok. Penegakan hukum perlu memperhatikan substansi, struktur, dan budaya. Penegakan hukum yang efektif tidak hanya bergantung pada substansi hukum yang baik, tetapi juga pada struktur hukum yang efisien dan budaya hukum yang mendukung. Pelibatan anak dalam bahaya rokok dapat dipidana. Akan tetapi, harus ada tata laksana implementasi regulasi yang baik. Budaya hukum juga melibatkan peran keluarga karena anak cenderung terbiasa menduplikasi kebiasaan orang tua. Kemudian, peran pemerintah daerah perlu ditingkatkan dengan memberikan layanan bagi anak yang ingin berhenti merokok dan harus berlaku secara berkelanjutan. Selain itu, media digital juga sangat berperan penting dalam penyadaran dan pencegahan rokok pada usia anak. Pencegahan dan penanganan harus dilakukan secara sustainable agar berhasil menekan angka perokok pada anak.

Ayu Arini Dipta Septina (Duta Anak Nasional 2025 / TC Warriors LPAI Bali) mengatakan bahwa TC Warriors merupakan program LPAI yang menjadi wadah partisipasi anak untuk mengedukasi dan mengadvokasi pentingnya perlindungan anak dari bahaya rokok, terutama dari gempuran iklan, promosi, dan sponsor rokok yang penuh dengan tipu daya industri. TC Warriors juga bertugas melakukan pengawasan terhadap pembentukan dan penerapan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di daerah (provinsi dan kabupaten/kota), serta pelibatan anak sebagai pelopor dan pelapor dalam melakukan aksi TC bersama. Temuan TC Warriors LPAI Bali menyatakan bahwa meski telah ada pelarangan dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, kenyataannya masih banyak ditemukan iklan rokok, terutama di billboard dan warung, sehingga mudah dijangkau anak. Banyak orang tua yang merokok secara bebas di hadapan anak. Oleh karena itu, dalam “Suara Anak Indonesia” hasil Kongres Anak Indonesia Tahun 2025 terdapat suara anak pada poin 1 dan 2 yang menyebutkan bahwa:

Kami sebagai anak-anak Indonesia menyatakan:

  1. Kami memohon kepada Pemerintah untuk merealisasikan suara anak yang telah diajukan, menindaklanjuti hasil keputusan bersama secara langsung di lapangan serta meningkatkan sarana dan prasarana edukatif bagi anak, orang tua, dan masyarakat agar lebih cepat merespon pendapat yang disampaikan.

  2. Kami memohon kepada Pemerintah untuk mempertegas implementasi regulasi dalam hal pengoptimalan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan Iklan, Promosi, dan Sponsorship Rokok (IPSR), serta melakukan rehabilitasi khusus bagi perokok usia anak.”

Kami (Anak Indonesia) berharap permasalahan rokok dalam dunia anak dapat segera teratasi dengan baik, sehingga kami bisa terbebas dari jeratan asap rokok. Semoga segala regulasi yang mengatur perlindungan anak dari bahaya rokok dapat terimplementasi dengan baik. “Together We Grow, Together We Protect – a Safe World For Every Child.”