Mewujudkan SDM Bali Unggul Melalui Integrasi Kearifan Lokal dalam Pendidikan
(Dutabalinews.com), Program Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali untuk mewujudkan SDM Bali unggul berbasis kearifan lokal merupakan langkah tepat di tengah gempuran perkembangan teknologi dan derasnya arus budaya luar yang masuk ke Bali. Generasi muda Bali dikhawatirkan akan tercerabut dari identitas kebaliannya akibat pengaruh teknologi dan budaya luar.
Program Pemprov Bali ini memberikan perlindungan kepada generasi muda dari masifnya budaya populer yang tersebar di berbagai media sosial. Salah satu cara untuk meredam pengaruh budaya luar adalah dengan mengintegrasikan kearifan lokal Bali ke dalam kurikulum pendidikan.
Integrasi ini tidak dilakukan dengan menambah mata pelajaran baru, melainkan dengan menyisipkan nilai-nilai kearifan lokal Bali pada setiap mata pelajaran yang ada. Agar program ini berjalan baik, tentu membutuhkan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan.
Guru sebagai garda terdepan pelaksanaan program ini seyogianya memiliki komitmen untuk melaksanakan program di sekolah. Diperlukan petunjuk teknis (juknis) dalam mengimplementasikan kearifan lokal pada setiap mata pelajaran sehingga para guru memiliki persepsi yang sama dalam penerapannya.
Bali memiliki banyak kearifan lokal, namun sebagian besar belum terdokumentasikan dengan baik. Kondisi ini menjadi kendala dalam upaya mengintegrasikan kearifan lokal ke dalam kurikulum.
Setiap desa adat di Bali memiliki kearifan lokal masing-masing. Kearifan lokal Bali tidak hanya berkaitan dengan bidang sosial-humaniora, tetapi juga terkait dengan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics).
Jika pemerintah benar-benar berkomitmen untuk meningkatkan SDM Bali unggul berbasis kearifan lokal, Pemprov Bali dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk melakukan pendokumentasian kearifan lokal Bali.
Hasil dokumentasi ini nantinya dapat dijadikan sumber belajar di sekolah-sekolah. Integrasi kearifan lokal Bali dalam kurikulum akan membantu siswa memahami nilai-nilai kepercayaan, sosial, budaya, dan teknologi sederhana yang ada di lingkungannya. Dengan demikian, siswa dapat mengenali dan mencintai warisan budaya lokal mereka sendiri, yang pada akhirnya membangkitkan rasa bangga terhadap identitas budayanya.
oleh: Dr. I Ketut Suar Adnyana, M.Hum.
Akademisi Universitas Dwijendra