Rai Mantra: Disahkannya UU Kepariwisataan Beri Kepastian Pengelolaan yang lebih Holistik dan Terintegrasi

(Dutabalinews.com), Pariwisata tidak semata hanya mengangkat  keindahan alam, namun yang tak kalah penting adalah bisa terjaga dan terpeliharanya budaya Indonesia. Pariwisata tidak dapat dipisahkan dari budaya karena budaya dan tradisi adalah daya tarik utama yang memikat wisatawan datang. Demikian dikatakan Anggota DPD RI perwakilan Bali I.B. Rai Dharmawijaya Mantra menyusul disahkannya UU Kepariwisataan oleh DPR RI.

Rai Mantra sangat mengapresiasi dan menyambut positif disahkannya Undang-undang Kepariwisataan oleh DPR. Lahirnya UU ini menjadi fondasi penting bagi pengembangan pariwisata yang berkualitas, inklusif, inovatif dan berkelanjutan. UU ini akan memberi kepastian pengelolaan yang lebih holistik dan terintegrasi.

“Pariwisata tidak semata hanya mengangkat  keindahan alam, namun yang tak kalah penting adalah bisa terjaga dan terpeliharanya budaya Indonesia. Pariwisata tidak dapat dipisahkan dari budaya karena budaya dan tradisi adalah daya tarik utama yang memikat wisatawan datang,” ujar Rai Mantra.

Namun diingatkan, interaksi antara pariwisata dan budaya juga rentan karena bisa menimbulkan tantangan baru seperti terjadinya komodifikasi budaya yang mengacu pada selera pasar, bergesernya keaslian tradisi. Dan kalau tidak dikelola dengan bijak, terjadinya over tourism dapat menggerus lingkungan dan tatanan sosial budaya.

“Tidak lupa, kita juga harus mempertimbangkan tantangan-tantangan yang terjadi akibat pertukaran modal dalam dunia global kapitalisme ini. Komersialisasi kebudayaan itu sangat tidak diharapkan.

Sehingga batas-batas tertentu, kita bisa baca atau kita bisa deteksi sedini mungkin untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut,” tegas mantan Walikota Denpasar ini.

Melihat budaya sebagai kekuatan pariwisata, maka lahirnya UU Pariwisata ini diharapkan dapat memberi kekuatan ekonomi yang sejalan dengan budaya yang berlandaskan Tri Hita Karana.

Diakui memang pariwisata berperan penting dalam membuka lapangan kerja, meningkatkan devisa dan menjadi motor penggerak ekonomi nasional. Bahkan bagi Bali pariwisata saat ini menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat dan daerah dengan kontribusi terhadap PAD yang begitu besar selain bagi negara.

Dengan adanya Undang-Undang baru kepariwisataan, re-transformasi dari industri ke ekosistem yang berarti Republik Indonesia ini, negara ini, telah mengakui adanya aset kebudayaan Nusantara yang sangat luar biasa dan juga menempatkan manusia dan kebudayaan sebagai pusat pembangunannya.

Baca Juga :  Kasanga Fest 2025: Pemkot Denpasar Siapkan Shuttle Bus dan Kantong Parkir untuk Kenyamanan Pengunjung

“Kita mengakui sebuah kekayaan intelektual yang berasal dari warisan kebudayaan yang adiluhung. Jadi sekarang kita menunggu terbitnya PP (Peraturan Pemerintah) setelah keluarnya undang-undang ini. Semoga PP ini dapat mengembalikan semua identitas atau jati diri atau kekuatan aset modal budaya kita di Nusantara ini, sebagai salah satu sumber daya yang memang tidak bisa ditiru dan memiliki potensi besar di dalam keunggulan komparatif maupun kompetitif, baik di dalam dunia pariwisata maupun dalam dunia ekonomi kreatif ke depannya,” harap Rai Mantra.

Dijelaskan pembangunan ekonomi ‘The law of diminishing marginal return’ mempertimbangkan seluruh potensi sumber daya secara seimbang. Sehingga sumber daya budaya menjadi salah satu faktor pertimbangan daripada potensi sumber daya yang ada. Dan juga menjadi satu pemikiran utama dalam kerangka berpikir di dalam membangun pembangunan nasional yang berdasarkan atas pembangunan manusianya dan juga kebudayaannya.

Penting untuk memperkuat,  mengembangkan, dan juga mempertahankan aset kultural  Nusantara ini, terutamanya di dalam menjaga ‘soul’ atau jiwa dari semangat nilai-nilai atau norma-norma kebudayaan yang ada. Sehingga ini akan menjadi satu kekuatan baru dalam pembangunan di Republik Indonesia ini.

Dan juga merupakan sesuatu hal yang bersifat sangat urgensi terhadap generasi muda, terutamanya generasi milenial Z dan juga Alpha karena mereka di tanah kelahirannya memiliki potensi dan sumber daya yang sangat luar biasa yang sebetulnya kalau dipahami secara mendalam, yang tidak dapat ditiru oleh orang lain yaitu culture capital.

Ini menjadi dasar di dalam sebuah pengembangan nilai, norma dan pengetahuan yang ada untuk melahirkan ‘competitive pride’ dan ‘comparative pride’.

Konsep modal budaya tersebut sebagai salah satu potensi kekayaan budaya Nusantara. Kebudayaan sendiri merupakan The way of life atau jalan kehidupan yang memang telah dimiliki oleh komunitas adat di seluruh Indonesia, di seluruh Nusantara.

Selain memiliki batas wilayah adat, tapi yang lebih penting adalah mereka memiliki nilai, norma, dan juga pengetahuan yang telah diwariskan secara turun-temurun dan merupakan manifestasi daripada spiritualitas dari wilayah adat tersebut.

Baca Juga :  Upakara "Pemelaspas dan Mendem Pedagingan" di Pura Desa dan Pura Puseh Desa Adat Kerobokan Kuta Utara Badung, Bupati Badung Serahkan Bantuan Rp1,9 Miliar

“Secara perlahan, negara telah memiliki, memahami potensi sumber daya intangible yang tidak berwujud ini sebagai salah satu potensi pembangkit pembangunan Nusantara sebagai salah satu potensi, selain daripada potensi sumber daya material,” pungkasnya.

Di sisi lain Rai Mantra mengingatkan pengembangan pariwisata harus menjaga keseimbangan antara pemberdayaan masyarakat, kelestarian lingkungan, peningkatan ekonomi dan sinergi antarpemangku kepentingan.

Selain menjaga sumber daya alam, perlu mendapat perhatian terkait kualitas layanan, manfaat ekonomi yang didapatkan masyarakat lokal. Jangan sampai warga lokal hanya menjadi penonton.

Karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan formal maupun informal harus ditingkatkan. “Perencanaan pembangunan pariwisata harus memberdayakan dan memperkuat peran masyarakat lokal seperti melalui desa wisata,” tegasnya.

Sebagaimana diketahui, dalam Rapat Paripurna ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026, Kamis, 2 Oktober 2025, secara aklamasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan untuk disahkan menjadi undang-undang. (ist)