Sosial & Seni

OMK Stasi Lewolein Getarkan Panggung Paroki Ritaebang

(Dutabalinews.com), Pentas seni budaya yang digelar Orang Muda Katolik (OMK) Paroki St. Yohanes Pembabtis, Ritaebang, Kecamatan Solor Barat, Kabupaten Flores Timur-NTT, Rabu, 23 Juni 2022, pukul 19.00 Wita, ke- 8 duta OMK Stasi St.Andreas Lewolein, Desa Lamaole tampil menakjubkan. Mereka menggetarkan panggung dengan liukan tarian Tane Hoe.

Kisah selembar kain tenun dituturkan mereka secara apik, step by step, lewat gerakan nan gemulai Arni Herin, Sari Manuk, Ina Keban, Elsi Keban, Ria Siniu, Yana Keraf, dan Ferrti Huler.

Berpadu dengan irama gendang dan lantunan syair (solo ) Tane Hoe, Yana Keraf, Cs tersebut dengan gemulai memeragakan proses menenun sebagaimana tradisi di Lamaole, kampung mereka.

Mengawalinya dari tahapan menanam biji japas, menyiangi rumput, memanen buahnya, dan menjemurnya, ke- 8 penari remaja putri tersebut mengantar penonton dengan kelincahan gerakan mereka ke tahapan Balok Kapek (menggiling kapas) untuk memisahkan biji dari seratnya.

“Go redan wato, wato gawe ele,
Go koi kape, kape koi koli,
Go belo boang, boang weli nato
Go to u jo, tonu jo…o…o…o….,” begitulah mereka beratraksi memisahkan biji kapas yang kemudian berlanjut pada tahapan Buhu ( mengahluskan serat kapas) dan memintalnya menjadi benang pada alat yang bernama Tenure. Aktivitas memintal ini disebut mereka Ture Lelu.

Lenggak lenggok berirama dalam iringan variasi dentuman gendang dan alunan suara sang vokalis tunggal, mereka lalu berlanjut pada tahapan Padu dan Lamit di peralatan Beladu, hingga merentangkan benang ke Selaga untuk proses pengikatan motif (Kemeta).

Berbalutkan dengan hasil tenunan khas kampung mereka, ke -8 penari Tane Hoe itu pun meneruskan kisah menenun itu pada tahapan pencelupan Kemeta pada wadah (Kluba) yang berisikan pewarna benang.

Hasil celupan itu kemudian dijemur hingga kering. Ikatan pembentuk motif pun dibuka, lalu merentangkannya secara teratur pada alat tenun (Tenane).

Aktivitas menenun lalu diragakan mereka dengan liukan gemulai hingga menghasilkan selembar kain sebagaimana tujuan awal menenun (sarung, nowing, selendang, maupun jenis lainnya).

“Oi ata tana hiwan, lolon ata wai tange,
Oi le, oi le…
O Ile nulun, rimo gaya oi le, oi le e…e…e…e ..
Oi lodan goe tonu jo e…him…
Oi le, oi le…e…e…e”.
Demikianlah mereka meluapkan kegembiraan atas hasil tenunan yang telah dihasilkan itu.

Dengan gembira, mereka lantas memajangkannya,memamerkan kepada khalayak, dan berakhirlah gerak tari Tone Hoe yang langsung tersambut dengan tepukan tangan dan sorak sorai penonton yang memadati arena pentas milik SD Inpres Ritaebang itu. (Emnir/rsn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *