Batu Penolak Bala dan Lambang Kesuburan Ditemukan di Pesaban Karangasem
(Dutabalinews.com),Misteri Batu berisi lukisan wayang yang diperkirakan berumur puluhan ribu tahun di Pesaban Karangasem terungkap. Batu dengan lukisan yang nampak menonjolkan unsur genital ini dipercaya sebagai Penolak Bala dan Lambang Kesuburan.
Peninggalan sejarah berupa situs lukisan wayang di atas batu ini berada di kawasan Manukaya Dagdag, Desa Pesaban, Kecamatan Rendang, Karangasem. Medan yang sulit serta minimnya kesadaran akan pentingnya sejarah membuat salah satu bagian keberadaan situs wayang dalam gambar bentuk manusia ini menjadi lama tak terlestarikan.
Namun, berkat Pokdarwis atau Kelompok Desa Wisata yang dikomandani I Putu Puspa Artayasa yang didukung Kepala Desa Dewa Sarjana dan Bendesa Adat I Made Sudiarta serta masyarakat misteri benda bersejarah itu mulai terkuak.
Menurut Putu Yuda Haribuana dari Badan Arkeologi Bali yang turun langsung ke lokasi pada Senin pekan lalu secara astronomis terletak pada -8.47293ºLS dan 115.39490ºBT di ketinggian 369.2 mdpl.
“Relief ini dibuat pada sebuah media batu padas pada tebing bagian timur Tukad atau Sungai Jinah. Ukuran total batu padas yang terdapat relief ini 3 x 2.4 m, dengan kedalaman pahatan 5 cm. “Relief berupa gambar perwujudan laki-laki dan perempuan dengan ciri khas menampakkan alat genital,” ujarnya.
Lebih jauh ditekankan, gaya relief sederhana dengan hiasan pada pinggiran yang berbentuk bingkai
bermotif bentuk mata, daun, suluran, kotak dan lingkaran atau spiral. Media batu pada relief ini berupa batuan tufa dengan sedikit fragmen breksi.
Jika dikorelasikan dengan kisaran umur pada peta geologi yang dikompilasi oleh Purbo-Hadiwidjojo, et. al. (1998), batuan ini termasuk dalam kelompok Batuan Gunung Api Buyan Bratan dan Batur dengan kisaran umur 30.000 tahun.
Kelompok batuan vulkanik ini sebagian besar tersusun atas tufa dan lahar. Kondisi relief secara keseluruhan
masih terjaga dengan baik, namun terdapat beberapa bagian yang telah aus atau lapuk dan ditumbuhi sejenis jamur.
Letak relief yang berada pada tebing
sungai yang sangat curam dengan kemiringan hampir 90º, namun masih terdapat sejenis pelataran sempit dari sedimen atau endapan tanah, bekas jatuhan bongkah batuan dari atas, sehingga masih dapat dilalui.
Dalam arkeologi, penggambaran sesuatu dengan media batu, dari teknik pembuatannya terbagi menjadi tiga, rock painting (lukisan), rock engraving (goresan) dan rock carving (pahatan). Gambar di situs Mukaya Dagdag termasuk dalam rock carving.
Berdasarkan dari bentuknya, pahatan berupa dua figurin ini termasuk bertipe sederhana dan teknik pengerjaanya masih kasar. Penggambaran gigurin kaku dan statis. Ukiran tidak dipahatkan secara keseluruhan, hanya bagian kepala, dengan mata, hidung, dan mulut, serta hiasan kepala.
Bagian kaki tidak nampak jelas, dan penggambaran kemaluan yang menonjol. Dari keseluruhan penggambaran tersebut, seni cadas di atas dapat dikaitkan dengan konsep budaya megalitik. Istilah megalith berasal dari mega berarti besar
dan lithos berarti batu. Budaya megalitik berkembang sejak masa neolitik hingga masa perundagian, bahkan sampai saat ini masih ada yang bertahan, dan disebut sebagai tradisi megalitik.
Apabila dikaitkan dengan konsep megalitik, penggambaran dua figurin berupa laki-laki dan perempuan tersebut kemungkinan melambangkan leluhur dan genitalia yang menonjol melambangkan kesuburan maupun tolak bala.
Hal ini terkait dengan kepercayaan bahwa roh orang yang telah meninggal hidup di alam
lain, dan dianggap mempunyai pengaruh kuat terhadap kehidupan manusia yang masih hidup. Sehingga media tersebut dipergunakan sebagai penghubung.
Dalam kehidupan prasejarah di Bali, kebudayaan megalitik berkembang sangat pesat, dengan tinggalannya yang paling banyak ditemukan berupa sarkofagus atau petikubur batu.
Hiasan yang terdapat di dalam sarkofagus berupa
kedok muka, dan juga genitalia yang menonjol. Menurut beberapa peneliti, hal
tersebut terkait dengan konsep kelahiran kembali dan juga kesuburan serta tolak bala.
Seni cadas dengan bentuk yang sederhana seperti di atas, belum ditemukan di daerah lain di Bali, sehingga sangat menarik untuk dikaji lebih jauh agar dapat mengintepretasikan lebih dalam terkait dengan fungsi dan makna
Yang terkandung di dalamnya.
Temuan seni cadas di Indonesia ditemukan dibeberapa seperti di Sulawesi dari masa yang lebih tua (masa paleolitik), situs gua harimau di Sumatra, Papua dan di wilayah NTT. Seni cadas berupa pahat baru-baru ini juga ditemukan di Lembata dan Alor. (asa)