Sosial & Seni

​Tanggung Jawab Lanjutkan Jejak-jejak Kesenian, Himpunan Perupa Sanur Gelar Pameran Lukisan di Santrian Galery

(Dutabalinews.com), Himpunan Perupa Sanur menggelar pameran lukisan di Santrian Galery selama dua bulan mulai tanggal 7 Oktober – 7 Desember  2022. Pameran lukisan dengan tema “Soul of Sanur” ini memajang 56 karya lukisan tiga dan empat dimensi dengan melibatkan 14 seniman. Demikian terungkap dalam jumpa pers yang digelar di Santrian Galery Sanur, Kamis (7/10).

Jumpa pers yang dipandu Made “Dollar” Astawa dari Santrian Galery menghadirkan narasumber perupa IBG Putu Sutama, IB Ariana dan kurator Ricky ‘Goro’ Effendy. Perupa lain yang akan memamerkan karyanya antara lain Donik Dangin, IB Rai Janardana, IB Mayun, IBP Purwa, I Nyoman Sani, ‘Dollar’ Astawa, I Made Sudibia, IW Paramarta, Kadek Dwi Armika, Teja Astawa dan Wayan Apel Hendrawan.

Perupa IB Sutama dalam paparannya mengatakan Sanur selain dikenal dengan wilayah turis tertua di pulau Bali bahkan di Indonesia, juga dikenal sebagai salah satu pusat perkembangan seni rupa di Bali yang penting.

Para seniman Sanur mampu mengembangkan kekhasannya dengan menyerap berbagai corak seni lukis di sekitarnya, terutama pengaruh dari pergerakan seni lukis di Ubud dan sekitarnya. Seperti dari Pita Mahapada era 1930-an. “Corak seni lukis khas nilah yang kemudian dikenal sebagai “Mahzab Sanur” atau “Sanur School” yang menonjolkan tema-tema fauna, dunia bahari dana deganerotis,” ungkap IB Putu Sutama.

Letak geografis menjadikan Sanur secara historis, politik, ekonomi dan budaya menjadi penting karena menjadi pintu masuk Belanda yang mengakibatkan perang Puputan Badung di awal abad 20 yang kemudian dijadikan wilayah turisme oleh pemerintah kolonial.

Ditambahkan IB Sutama, Sanur sejak awal sudah didatangi  para seniman asing yang terpengaruh suasana dan kemudian menetap, seperti Le Mayeur de Merpres (1880 — 1958) asal Belgia yang kemudian memiliki museum lukisan dengan namanya.

Sempat juga pelukis Donald Fiend asal Australia yang membangun studio dan rumah pada pertengahan 1960an.Tetapi yang paling signifikan adalah dua saudara asal Jerman yang mempunyai usaha akuarium ikan tropis, Hans dan Rolf Neuhaus (dikenal dengan Tuan Be) yang berteman dengan Walter Spies, didekat pantai Sindu. “Mereka berperan sebagai marketing ratusan hasil karya-karya para seniman Sanur dan sekitarnya, seperti karya I Made Pica (1915-1946), dan Ida Bagus Nyoman Rai Tengkeng (1915 — 2000),” jelasnya.

Menurut catatan Adrian Vicker , jumlah anggota Sanur School pada ketika itu kurang lebih 60 seniman, antara lain Ida Bagus Nyoman Rai Geria (1901-82), I Made Pica, IB Nyoman Rai Tengkeng atau Klingking, Sukarya (1922 — 88), Gusti Putu Rundu (1918-93), Ida BagusSondag (? – 1937) , Ida Bagus Pugug (19192006), Ida Bagus Ketut Sunia (190690) dan lainnya. Mereka kebanyakan dari keluarga Brahmana. “Para pelukis Sanur tersebut umumnya mempunyai kecenderungan bermain, punya dorongan kuat bereksperimentasi dalam warna, komposisi, penggunaan stilasi untuk mengisi keseluruhan bidang gambar atau mengosongkannya untuk menciptakan pemandangan pantai Sanur yang sangat berbeda,” katanya.

IB Putu Sutama menambahkan, pada dasarnya kehidupan masyarakat Sanur dan Bali pada umumnya lekat dengan kesenian secara ritual-tradisi. “Dollar” Astawa mengatakan pameran ini sebagai tanggung jawab dalam kekinian, yang bisa bertahan dalam gempuran pengaruh global.

Kurator Rifky menambahkan Sanur bisa mewakili perkembangan seni rupa di Bali. Yang menarik, salah satu ciri mereka. Ia mengatakan ketaksuan itu penting. “Kekuatan Bali adalah kebudayaannya. Jadi Bali juga harus banyak menggelar pameran seni dan budaya, jangan sampai kita mau lihat budaya, kita harus ke Belanda,” jelasnya. (bas) 








 



 










 


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *