Ketua FSP Par-SPSI Badung: Kehadiran Serikat Pekerja Upaya Meminimalisir Arogansi Perusaaan
(Dutabalinews.com),Pekerja berserikat tujuannya hanya satu yakni kemerdekaan bagi pekerja itu sendiri. Sebab tanpa SP (Serikat Pekerja) maka nasib mereka ditentukan seenaknya oleh perusahaan.
“Perusahaan bisa seenaknya mengatakan silakan keluar, toh masih banyak yang antri. Inilah salah satu bentuk perbudakan modern dimana nasib pekerja ditentukan sepenuhnya oleh perusahaan. Arogansi bisa terjadi karena pekerja tak ada yang melindungi,” ujar Ketua FSP PAR-SPSI Badung Putu Satyawira Marhaendra saat acara Temu Kader FSP PAR-SPSI Badung dan Kerja Bakti di gedung SPSI Provinsi Bali, Jalan Gurita I No.6 Densel, Sabtu (9/11/2019) sore.
Temu kader yang diikuti ratusan peserta itu juga dirangkai dengan penyerahan KTA (Kartu Tanda Anggota) bagi pekerja The Ungasan Clifftop Resort yang telah bergabung. Pada acara itu juga diserahkan seragam pengurus yang akan dilantik pada 28 November 2019 serta Pataka Organisasi FSP Par.
Dikatakan Satyawira,
kalau tak ada SP, maka yang diterapkan aturan perusahan. Namun dengan hadirnya SP, maka yang berlaku adalah perjanjian kerja bersama. Diingatkan,
pekerja tak perlu khawatir menjadi pengurus maupun anggota SP. Sebab mereka dilindungi undang-undang.
“Pekerja dilindungi UU No.21 Tahun 2000 tentang Jaminan kebebasan buruh berserikat di negeri ini. Jadi kalau ada pihak yang sampai menghalangi menjadi pengurus atau anggota SP jelas sanksinya,” ujarnya. Ada empat undang-undang yang mengatur pekerja dan harus dipahami dengan baik yakni UU No.21/2000, UU No. 13/2003, UU No.2/2004 dan UU No.10/2009.
Satyawira menjelaskan perjuangan pekerja dan buruh tidak ringan. Di tahun 1886, ratusan ribu buruh di Amerika berdemo memperjuangkan nasib mereka yang kemudian melahirkan Mayday.
Diakui saat ini memang pekerja yang bergabung di SP Par SPSI masih sedikit. Dari sekitar 90 ribuan pekerja, baru sekitar 16 ribuan yang masuk SP.
“Menjadi pengurus dan anggota perlu kesadaran pekerja. Eksistensi organisasi bukan semata ditentukan oleh pengurusnya, tapi kualitas para kadernya. Jadi meski tak banyak yang penting berkualitas. Tanpa SP, pekerja tak bisa menikmati UMK,” ujar Satyawira yang melihat kesadaran pekerja semakin meningkat akan pentingnya organisasi.
Dengan berada di SP, maka bila terjadi masalah, maka Pengurus SP akan membantu memberikan advokasi. Karena itu KTA dinilai sangat penting sebagai bukti resmi keanggotaan. “Tanpa KTA, maka SP tak bisa membantu bila pekerja mengalami masalah di lingkungan tempat kerjanya,” ujarnya.
Terkait temu kader, dikatakan penting agar antarpekerja bisa saling tukar menukar informasi, silaturahmi, saling kenal satu sama lain. “FSP Par Badung ini terbesar di Bali, tapi masih banyak sesama anggota yang tidak saling kenal. Jadi ajang ini juga untuk cari teman,” tegas Satyawira. Pada acara tersebut juga diisi dengan pembacaan Ikrar, Mars dan Yel Yel SP Par SPSI serta dilanjutkan dengan kerja bakti bersih-bersih lingkungan. (bas)