Penyerapan Aspirasi Rai Mantra: Penting Memastikan Ketersediaan Obat TBC di Daerah Tetap Terjaga

(Dutabalinews.com),Kementerian Kesehatan diharapkan melakukan desentralisasi dalam penyediaan obat untuk memastikan ketersediaan obat di daerah tetap terjaga. Mendorong BPJS Kesehatan agar memberikan kejelasan kebijakan utamanya dalam pembatasan pemberian layanan terhadap pasien yang berobat di luar Fasilitas Kesehatan. Demikian antara lain rekomendasi yang dihasilkan dalam kegiatan Penyerapan aspirasi Anggota DPD RI Perwakilan Bali I.B. Rai Dharmawijaya Mantra terkait penanganan Penyakit TBC dan Penyakit Menular Lainnya, Senin (2/6/2025) di Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Bali.

Dalam kegiatan yang dihadiri jajaran Dinas Kesehatan Bali, Rumah Sakit, Puskesmas dan pihak terkait juga dihasilkan rekomendasi yakni: Mendorong optimalisasi capaian indikator program pengeliminasian Tuberkulosis (TBC) pada Tahun 2025 melalui investigasi kontak erat (skrining), pendampingan pengobatan, dan upaya-upaya promotif (sosialisasi pencegahan) dengan melibatkan seluruh stakeholder terkait.

Mendorong adanya regulasi nasional dalam pemberian layanan kesehatan, utamanya berkaitan dengan mekanisme penanganan skema pembiayaan terhadap penanganan kasus TBC untuk memberikan kepastian hukum pada tataran pelaksana. Mendorong seluruh daerah melakukan optimalisasi pencatatan administrasi kependudukan untuk memastikan setiap warga negara dapat mengakses program jaminan layanan kesehatan secara memadai.

Merekomendasikan adanya fasilitasi pelatihan sebagai upaya peningkatan kompetensi bagi tenaga kesehatan dalam penanganan Tuberkulosis (TBC). Merekomendasikan penyediaan ruang isolasi/ruang khusus pada tiap fasilitas kesehatan untuk meningkatkan fokus terhadap penanganan pasien TBC.

Mendorong adanya penataan terhadap Warga Negara Asing (WNA) dalam mengakses jaminan layanan kesehatan (BPJS). Indonesia saat ini berada di peringkat 2 dunia sebagai penyumbang penderita TB terbanyak setelah India dan Cina di posisi 3. Diduga terdapat 824 ribu masyarakat Indonesia terkonfirmasi sebagai pasien TBC.

Dalam penyerapan aspirasi mengemuka sejumlah kendala dalam penanganan TBC ini yakni adanya stigma terkait TBC, pengaruh budaya, kepatuhan pasien berobat dan tingginya mobilits penduduk yang berpotensi dalam persebaran kasus TBC ini. Ketersediaan obat yang saat ini difasilitasi Kemenkes juga menjadi kendala seperti kekurangan pot dahak, TCM.

Menurut Kabid P2P Dinas Kesehatan Bali Wayan Widia penemuan kasus TB di Bali masih di bawah target. Dari target 6 ribuan, baru tercapai 5 ribuan (84 persen). Denpasar terbanyak temuan kasus TB-nya. Kendala dalam penanganan TB ini karena warga yang kontak erat jarang melapor. Padahal potensi penularan TBC yang cepat melalui kontak erat. Minat minum obat warga yang kontak erat juga kecil. Semua kasus yang ditemukan diupayakan diobati. Obat maupun logistik diberikan gratis yang didukung Kemenkes.

Baca Juga :  ​Djaja Tjandra Kirana: Seniman Tiga Zaman yang Piawai Analog dan Digital

Menurut dr. Wisnu dari Puskesmas II Denbar, kasus TBC yang ditangani di puskesmas yakni tingginya mobilitas penduduk (Denpasar), pasien harus berkunjung rutin untuk periksa dan ambil obat. Juga BPJS tidak memberi batasan pasti seberapa besar pasien bisa dibantu untuk yang di luar faskes. “Masalah terbesar penanganan TB adalah stigma. Diperlukan upaya-upaya dan pendekatan promotif,” tambahnya.

Masalah lainnya yakni warga umumnya dari luar  daerah yang belum mempunyai NIK sehingga tidak dapat/sulit untuk mengakses jaminan layanan kesehatan (BPJS). Juga terkait biaya untuk datang ke faskes. Karena untuk kunjungan minimal sebulan sekali. Dan ini juga melibatkan warga yang kontak erat. Sehingga perlu biaya cukup besar terutama pasien yang kurang mampu.

Kadek Wira dari Puskesmas 1 Denpasar Timur mengatakan di Perda/aturan lainnya belum mencantumkan biaya terkait penanganan TB. Ketika digratiskan ini justru menjadi temuan, sehingga dibutuhkan payung hukum di dalamnya. Tingginya stigma TB dimana banyak pasien yang menolak ketika dikunjungi ke rumahnya. Dibutuhkan perlindungan hukum, agar ketika terjadi penolakan, terdapat dasar yang jelas.

Di Puskesmas 3 Denpasar Utara ditemukan pasien TB ada yang mengalami depresi sehingga dibutuhkan penanganan lanjutan. Banyak yang tidak mempunyai NIK sehingga sulit ketika mengakses berbagai layanan kesehatan yang ada. Pihak RSUD Wangaya mengatakan sudah melakukan skrining terhadap penyakit menular. Rendahnya kesadaran dalam pengobatan (tidak mau melakukan pemeriksaan) sehingga potensi persebarannya meluas.

Direktur RS Bali Mandara dr. Gusti Ngurah Putra mengatakan rendahnya tingkat kepatuhan. Pasien TB ketika minum obat terlalu banyak akan jenuh dan juga menimbulkan suatu ketidaknyamanan. “Banyak orang asing yang berobat menggunakan BPJS. Sekitar 60% WNA menggunakan BPJS. Orang luar daerah juga banyak yang menggunakan layanan RSBM, namun tidak membayar alias kabur,” jelasnya.

Terkait kondisi yang terjadi, Rai Mantra mengatakan Komite III saat ini menyerap aspirasi yang sedang berkembang di masyarakat baik TBC yang menjadi perhatian juga penyakit menular lainnya untuk dibawa ke pusat dan dicarikan solusinya. Dikatakan penting bagi daerah untuk meningkatkan pencatatan administrasi kependudukan, perlunya ruangan khusus/ruang isolasi untuk menangani pasien TB agar perawatan bisa lebih intensif dan mencegah persebarannya lebih luas. Juga penguatan manajerial, peningkatan kompetensi dan pelatihan bagi nakes/pelaksana program.

Baca Juga :  2.500 Motor Terendam Banjir Dapat Perbaikan Gratis dari Honda

Sebagaimana diketahui jumlah kasus TBC diperkirakan sebanyak 1.060.000 dan 134.000 kematian akibat TBC per tahun di Indonesia. Sebagai upaya penanggulangan TBC, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan TBC. (ist)