BPS Kenalkan Indeks Kesejahteraan Petani, Ukuran Baru untuk Sejahtera Tak Hanya dari NTP

(Dutabalinews.com), Kepala Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI) Amalia Adininggar Widyasanti menekankan pihaknya berupaya mendorong peningkatan kesejahteraan petani. Selama ini pendapatan petani dihitung berdasarkan nilai tukar petani (NTP).

NTP, kata dia, kemampuan tukar produk pertanian yang dihasilkan petani terhadap barang/jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian.

“Hanya saja, NTP tidak tepat sebagai alat ukur kesejahteraan petani,” papar Amalia pada Seminar Nasional Memahami Indeks Kesejahteraan Petani yang diselenggarakan Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) secara daring, Sabtu (4/10). Semnas ini diikuti 1.000 peserta dari berbagai kalangan baik mahasiswa, akademisi, pejabat negara hingga masyarakat umum dari seluruh Indonesia.

NTP, tambah Amalia, terbentuk dari komponen harga yaitu indeks harga yang diterima dan indeks harga yang dibayar petani. NTP pun hanya menggambarkan kemampuan daya tukar produk pertanian, dan metode ini hanya sensitif pada perubahan harga. “NTP tidak menggambarkan pendapatan dan pengeluaran riil petani. NTP tidak mengukur aspek lain kesejahteraan, seperti pendidikan, kesehatan, kualitas rumah, atau ketahanan pangan,” papar Amalia lagi.

Kepala BPS Itu memperkenalkan Indeks Kesejahteraan Petani (IKP) yang mencakup 6 dimensi untuk menakar petani sudah sejahtera apa belum. Dimensi-dimensi tersebut meliputi: ketahanan pangan dan gizi; pendidikan; standar hidup; pendapatan dan sumber daya; mitigasi resiko dan kesehatan.

Dicontohkan, mitigasi resiko pertanian diukur tiga parameter meliputi akses kredit, strategi petani menghadapi guncangan ekonomi, dan resiko perubahan iklim.

Dijelaskan, hingga Pebruari 2025 jumlah pekerja di Indonesia mencapai 145,77 juta orang dan sebanyak 28, 54% bekerja di sektor pertanian. “Sebanyak 49,09% rumah tangga miskin di Indonesia sumber pendapatan utamanya di sektor pertanian,” ujar Amalia.

Sementara itu, Deputi Bidang Pangan, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Leonardo A.A. Teguh Sambodo memaparkan petani perlu diberi perlindungan dan pemberdayaan guna mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan secara berkelanjutan.
Teguh Sambodo sependapat NTP tidak menggambarkan tingkat kesejahteraan petani. Terbukti NTP terus naik pada periode 2020 – 2024, namun parameter-parameter lainnya tidak menunjukkan tren yang sama.

Baca Juga :  Ida Bagus Rai Budarsa, President Indonesia Australia Business Council

“Perlu ada satu indikator yang dapat menggambarkan kesejahteraan petani serta dapat melihat dampak kebijakan pemerintah di sektor pertanian,” tuturnya.

Ditambahkan, IKP di Indonesia mencapai 0,6930 (2023), tahun 2025 direncanakan mencapai 0,7445 dan 0,8599 di tahun 2029. Semakin tinggi nilai IKP maka kesejahteraan petani pun meningkat.

Dalam ujicoba IKP tahun 2023, pengumpulan data yang dianalisis melalui survey 21 indikator, pada seluruh subsektor pertanian yakni tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan rakyat, perikanan budidaya dan perikanan tangkap.

Semnas tersebut dipandu Prof. Dr. Bayu Krisnamurthi dan diskusi berlangsung hangat. Antusiasnya pegiat pembangunan pertanian di Indonesia sangat tinggi untuk menggali konsep-konsep IKP dan strategi aplikasi di masing-masing daerah. Sejumlah akademisi agribisnis dari Komisariat Daerah PERHEPI Denpasar seperti Guru Besar FP Unud Prof. Dr. Ir. I Gusti Ayu Ambarawati,M.Ec.(ist)