Sosial & Seni

Bumi, Manusia, Budi: Menyingkap Karya dan Warisan Pramoedya Ananta Toer

(Dutabalinews.com), Bentara Budaya Bali bekerja sama dengan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar menggelar diskusi bertajuk Menimbang Pramoedya Ananta Toer “BUMI, MANU, BUDI”. Program yang didukung pula Penerbit GPU dan Gramedia ini berlangsung pada Kamis, 25 April 2024, pukul 10.00 WITA, di Gedung Citta Kelangen Lantai II, ISI Denpasar.

Tampil sebagai narasumber yakni Prof. Koh Young Hun, seorang peneliti serta pengamat kesusastraan Indonesia. Profesor di Departemen Studi Melayu-Indonesia Hankuk University of Foreign Studies (HUFS) Seoul, Korea Selatan ini telah menulis berbagai makalah dan ulasan mendalam mengenai karya-karya Pramoedya Ananta Toer.

Karya kolaboratif Prof. Koh Young Hun yang juga terkenal adalah buku “Kumpulan Cerita Pendek Korea: Laut dan Kupu-Kupu”, ditulis bersama dua aktivis sastra Indonesia, Hamsad Rangkuti dan Tommy Christomy, diterbitkan GPU (2007).

Diskusi kali ini merupakan sebentuk perayaan kebersamaan sejurus upaya menimbang kembali sosok, karya, dan pemikiran Pramoedya Anantara Toer yang berpulang pada 30 April 2006 silam. Perbincangan akan dipandu oleh Galuh Praba, news anchor, lulusan Ilmu Komunikasi, Universitas Udayana.

Adapun program ini terangkai dalam tajuk Bali-Bhuwana Kanti (Global-Bali Arts and Culture Project Networks) seturut Festival Internasional Bali-Padma Bhuwana IV tahun 2024 yang diselenggarakan oleh ISI Denpasar. Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. I Wayan ‘Kun’ Adnyana secara khusus juga memberikan sambutan pembuka pada acara ini.

“Dengan membaca karya-karya Pramoedya, kita diajarkan melihat Indonesia dari sisi paling insani, bukan semata yang heroik. Menghayati karya Pram mengarahkan kita pada pengahayatan kehidupan, bukan semata kita hidup untuk hidup itu sendiri, tetapi hidup untuk kehidupan. Itulah ruang budi, praktik hidup yang dilandasi keinginan menyejarah, “ ungkap Prof. Kun Adnyana.

Diskusi berangkat dari  buku “Pramoedya Menggugat, Melacak Jejak Indonesia” yang ditulis Prof. Koh Young Hun, terbit pertama kali tahun 2011. Kini buku telah dicetak ulang untuk kali ke-empat dan hadir dengan sampul baru. Dalam buku ini, Prof. Koh Young Hun menganalisis dan menguraikan secara mendalam dunia Pram melalui karya-karya tetralogi Bumi Manusia, Arus Balik, Arok Dedes serta Gadis Pantai. Ia menyoroti kritik sosial tajam Pramoedya terhadap penindasan dan ketidakadilan serta upayanya dalam melestarikan budaya dan sejarah Indonesia.

Baca Juga :   Tingkatkan Pelayanan Umat, PHDI Denpasar Gelar Upacara Manusia Yadnya Bersama

“Karya-karya Pram memiliki pesan menarik. Benang merah yang bisa menguraikan pemikiran Pram adalah humanisme. Untuk memahami dunia pemikiran Pramoedya, harus membaca karya-karyanya secara menyeluruh dan utuh, bukan hanya dari satu sisi, “ ujar Prof. Koh Young Hun.

Profesor Koh, yang pernah menjabat Wakil Ketua Korea Association of Malay-Indonesian Studies (KAMIS) dan kini Direktur Indonesia Culture Center, Seoul, akan berbagi pula mula kisah perjumpaan dan pengalamannya mengenal Pram sejak tahun 80-an, hingga sisi-sisi lain yang sebelumnya mungkin belum banyak diungkapkan ke publik. Koh Young Hun juga menerbitkan buku tentang Pramoedya dalam Bahasa Korea, dengan judul “Orang Asing yang Tidak Begitu Asing: Kehidupan dan Kesastraan Pramoedya” (낯설지 않은 이방인: 쁘라무디아의 삶과 문학).

Acara dimaknai pula pemutaran dokumenter dan cuplikan-cuplikan arsip terpilih tentang Pramoedya Ananta Toer yang akan ditanggapi secara kritis oleh Profesor Koh. Dengan demikian, perbincangan kali ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang holistik tentang kekaryaan dan warisan intelektual Pramoedya Ananta Toer dalam kancah sastra Indonesia dan Asia.

Sebagaimana diungkapkan A. Teeuw, seorang kritikus sastra, Pramoedya dianggap sebagai penulis yang muncul sekali dalam satu generasi atau bahkan satu abad. Ia pun menggarisbawahi peran penting Pram dalam sastra,  bukan hanya mewakili Indonesia tetapi juga kawasan Asia, dengan pemikiran yang dipengaruhi oleh humanisme. Pemikirannya didasarkan pada kebebasan manusia dari belenggu, termasuk penolakan terhadap ketidakadilan kolonial dan upaya membangun kebebasan dalam kesatuan bangsa.

Berikan Komentar